Breaking News
Loading...
  • New Movies
  • Recent Games
  • Tech Review

Recent Post

Jumat, 12 September 2014
no image

Akibat Tinggal Satu Apartemen

Mataku memandang sekeliling. Semua tampang tidak dikenal.
Maklumlah.. aku anak luar kota yang kuliah di Ibukota.
Hari ini hari pertama orientasi kampus.

Teriakan-teriakan senior menggema seharian.
"Ngapain lu ngeliatin gue! Jagoan lu yah?"
Hari gini masih sok berkuasa?
"Tidak kakak!" aku menundukkan kepala.
"Sana duduk!" didorongnya aku sampai terjatuh dan menimpa
teman satu kelompok.

"Aduh! Sakit tahu!" Jerit gadis manis yang tertimpa diriku.
"Maaf! Rese nih senior! Beraninya cuma teriak-teriak doang."
"Iya rese.. lu juga rese.. minggir lah.. buruan duduk nanti gue juga kena semprot!"
"Maaf.. maaf... BTW, nama gue Anton. Nama lu siapa?"
"Vivi"
"NGAPAIN LU BERDUA? NGOMONGIN GUA YAH?" teriak salah satu senior.

********

Kuliah sudah setahun lebih.
Aku sedang mencari tempat tinggal dekat kampus. Di tempat kosku ini mulai kurang nyaman.
Waktu survei pertama kali, karena belum tahu seluk beluk ibukota, aku memilih lokasi secara terpaksa.
Pulang pergi kampus selalu macet.
Naik angkutan umum selalu mencium bau keringat dan asap knalpot.
Untuk mencari makanan di sekitar kos juga susah.
Perkuliahan yang segera padat pun tidak menolong kenyamanan.
Pokoknya sudah kepengen muntah dah.

"Vivi, James, Anita, lu orang tahu tempat kos yang dekat kampus gak sih?
"Wah kaga tahu gue, Ton. Rumah gue kan memang dekat sini tapi kaga tahu juga kos-kosan di mana" sahut James.
"Gue tahunya kos-kosan eksekutif. Mahal banget. Sebulan bisa 3 juta lebih. Orang kantoran semua isinya" kata Anita.
"Emang kenapa tempat kos lu sekarang, Ton?"
"Susah cari makan dan jauh lagi dari kampus. Pengen cari yang dekat kampus nih. Biar bisa bangun siang-an."

"Wah.. gue juga mau nge-kos nih, Ton. Rumah gue jauh di Selatan. Mending ngekos aja." Vivi menimpali.
"Kita cari sama-sama aja. Cari kos-kosan yang bisa cowok dan cewek. Biar kita bisa pulang pergi bareng."
"Ide yang bagus Vi!!"

Dalam seminggu ke depan, kami pun mencari ke sana-sini.
Yang cukup menarik perhatian adalah apartemen dekat kampus.
Masalahnya mahal kalo sewa sendirian. Tapi kalau dibagi dua, cocok deh harganya.
Vivi mana mau kalo tinggal bareng. Dia gadis muda yang cantik sekali.
Bibirnya tipis, senyumnya menawan, dan tubuh atletisnya selalu dibalut kaos ketat.
Tubuhnya selalu menebarkan parfum manis buah-buahan.
Pokoknya betah deh kalo duduk dekat-dekat Vivi.

"Vi, apartemen yang di sana itu gimana menurut lu?"
"Bagus sih Ton. Tapi mahal kalo sewa di sana. 1 unit 2 kamar sih. Kalau harganya setengah itu baru gua mau.
Lagian kan gue cuma pakai 1 kamar."
"Pikiran gue juga sama Vi. Mahal kalo seorang yang ambil. Tapi enak. Dekat Kampus. Mau ke mall juga gampang."
"Bener, Ton..."
Kita berdua terdiam tapi saling pandang...... dan Vivi pun tersenyum...
"Gimana kalau kita sewa itu apartemen, gue ambil 1 kamar, lu ambil yang satunya lagi."
Mimpi di siang bolong nih.. malah Vivi yang ngusulin...
"Wah.... ide yang bagus Vi... tapi kaga apa sama bonyok lu kalo kita tinggal bersama?"
"Entar gue omongin dulu deh sama bonyok gue. Mereka kan dah kenal ama lu ini."

***

"Ton... berita bagus... bonyok gue kaga keberatan kita sewa apartemen bersama. Asal jangan macam-macam aja."
"Wah.. bagus banget Vi! Tapi gue kaga janji ah....."
"Ha? Kaga janji apaan?"
"Kaga janji kaga macam-macam..."
"Ih.. elu tuh yah..." dicubit gemasnya aku berkali-kali.
"Aww...aww...aww..udah dong Vi! Kapan lu mau pindah? Ini kan baru tgl 15. Gue genapin dulu sampai akhir bulan yah"
"Iya Ton.. tanggung.. sampai akhir bulan aja. Awal bulan kita dah bisa tinggal sama-sama.
Entar pulang kuliah kita mampir ke apartemen itu deh. Kemaren gue dah tanya-tanya sama agen properti.
Hari ini dia mau kasih lihat beberapa unit yang siap disewakan."
"Wah.. lu gerak cepat juga yah Vi. Ya dah nanti kita ketemuan di sini lagi baru jalan bareng ke sana."


"Apartemen yang ini kayaknya yang paling cocok. Design interiornya menarik. Dan kamar mandinya ada bathtub..
walaupun bikin sempit sih. Harganya pun masuk akal. Gimana menurut lu, Ton?"
Aku yang belum pernah masuk ke apartemen manapun merasa terpukau dengan indahnya tata ruang di apartemen ini.
Tidak terlalu besar sih... ukurannya 45m2. 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi yang memang dipaksa ada bathtub.
"Kalo lu suka, yah kita ambil ini aja. Dapurnya juga bagus designnya."
Kitapun memilih apartemen ini dan menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan agen property.
Kita meminta agar masa sewa mulai berlaku awal bulan mendatang tetapi dah boleh masuk untuk mengisi
barang-barang kami. Pemilik apartemen tidak keberatan.


Masa-masa tinggal bersama pun dimulai.
Kejadian-kejadian lucu dan memalukan sering terjadi.
Seperti satu waktu pas nonton tv bareng, tekanan gas di perutku tidak dapat ditahan dan keluarlah dengan suara menggelegar.
Vivi sampai melarikan diri ke kamarnya sambil memaki-maki.

Atau pas angkat jemuran karena hujan mulai turun. Vivi sewot karena malu BH dan celana dalamnya aku yang angkat.
Lha.. udah seharian dijemur di sana, kan aku juga sudah lihat dari tadi.

Atau pas aku kepengen buang air besar dan Vivi sedang berendam di bathtub.
"Vi.. buruan dong.. gue kepengen boker nih"
"Gue kan baru aja berendam, Ton!"
"Bukain dong.. Kaga tahan nih.."
"Enak aja lu.. gue kan lagi mandi.."
"Aduh.. Vi.. buruan dong!!"
"Ahh.. elu Ton.. Gue bukain tapi jangan langsung masuk. Tunggu gue panggil baru lu masuk."
"Iya buruan buka!!"
Klik.. kunci kamar mandi sudah dibuka..
"Udah boleh masuk belom, Vi?"
"Bentar.. Ya dah.. masuk..."
Aku yang sudah tidak tahan.. segera masuk dan menuju toilet duduk yang tepat berada di sebelah bathtub.
Kubuka celana dan celana dalam bersamaan. Duduk dan langsung preeettt.....preetttt... preetttt...
Muatan besar langsung dikosongkan.
"Sialan lu, Ton.. pake bunyi mencret segala lagi."
Baru aku sadar kalau Vivi memang masih di dalam dan sedang berendam dalam busa sabun yang melimpah.
Tangannya sedang menutupi hidung mancungnya, menghindari bau.
Kaga kepikiran seks deh waktu itu.. Sakit perutnya terlalu menyita perhatian.

Begitu mereda sakit perutnya baru aku lihat kalau Vivi memperhatikanku dengan seksama.
Takut kalau badan telanjangnya dinikmati oleh mataku.
"Kalau sudah selesai, keluar dong Ton.. Gue kan masih mandi nih."
"Iya Vi...bentar dong"
Aku ambil semprotan air untuk membersihkan duburku dan... jreng..jreeng... tititku ngaceng!!
Gawat nih.. gimana tutupinnya?
Akhirnya aku nekat saja. Aku bangun dan mengambil celanaku di bawah dan memakainya sesegera mungkin.
Sepertinya Vivi melihat kelaminku, karena mukanya memerah dan dia buang muka ke arah lain.
Buru-buru deh aku keluar.

****

Sebagai laki-laki yang tinggal se-apartemen dengan wanita cantik, libidoku sering memuncak.
Kompensasinya adalah aku selalu masturbasi sendiri dengan meminjam BH dan celana dalam Vivi tanpa sepengetahuannya.
BH dan celana dalam Vivi selalu mudah aku ambil, sebab jadwal kuliah kami tidak selalu bersamaan dan kamar kami
masing-masing tidak pernah dikunci.
Bahkan kalau malam hari, aku sering melongok ke kamar Vivi pas malam hari.
Vivi kalau tidur selalu memakai baju tidur terusan.
Dia tidak sadar pada saat tidur, baju terusannya sering terangkat sampai ke pinggang.
Memperlihatkan paha mulus dan celana dalam sexynya.
Pada saat itu aku selalu masturbasi sambil membayangkan mengelus paha mulusnya.
Aku tidak berani macam-macam dengan Vivi. Sudah tinggal bersama saja sudah bersyukur.


Hingga satu hari.......

Aku pulang ke apartemen sekitar jam 4 sore.
Panas banget di jalan. Aku segera membuka kaosku yang keringatan.
Duduk di sofa sambil merasakan hembusan AC yang sejuk.
Aku berjalan ke lemari pendingin untuk ambil minuman.
Pintu kamar Vivi sedikit tertutup.
Vivi hari ini tidak kuliah karena memang sedang kosong jadwalnya.
Biasanya dia keluar jalan-jalan sama teman-temannya tapi hari ini dia ada di kamarnya.
Tertidur. Sore-sore memang enak kalo tidur sebentar.
Paha mulusnya tentu saja terlihat jelas. Bahkan sampai lipatan vaginanya tercetak jelas di celana dalam transparannya.
Aku masuk perlahan-lahan untuk melihat lebih dekat.
Ah... bagus banget... semakin dekat aku teliti, ku perhatikan kalau vagina Vivi tercukur bersih.

Tidak tahan... aku segera mengeluarkan tititku dan mulai mengocok perlahan-lahan sambil memperhatikan belahan vaginanya.
Pemandangan yang sangat indah.
Kalau malam biasanya terlalu gelap untuk melihat sejelas ini.
Semakin lama semakin kupercepat kocokanku.
Kurasakan kalau aku segera memuncak.......
"Lu lagi ngapain Ton?" Tiba-tiba Vivi bangun dan segera terduduk.
Karena aku sudah dekat dengan puncak kenikmatan dan juga karena kaget.. CROTT..CROTTT..CROOTTT...
Tiga kali aku tembakkan spermaku tanpa terkontrol.
Semua gerakan terasa slow motion saat ini.
Kulihat spermaku terbang perlahan dan mendarat di muka Vivi yang kaget.
Setelah itu perlahan namun pasti spermaku meleleh dari mata dan hidung meluncur menuju bibir.
Dan... lidah Vivi bergerak perlahan membersihkan "kotoran" di bibirnya.
Saking kagetnya dan kagumnya akan gerakan lambat tersebut, aku sampai lupa menyimpan tititku dan hanya kupegangi saja.

"Sialan lu Ton! Masa gue disemprot begini!"
Tangannya membersihkan sperma yang menempel di wajahnya dan.. dan... dijilat bersih!
"Lu kalau mau masturbasi, bilang-bilang kek. Gua pikir maling masuk!"
Aku masih terbengong-bengong melihat pemandangan luar biasa tadi.
"Sperma lu enak juga yah!!" Sambil terus mengecap-ngecapkan lidah ke bibir.
"Sayang tuh... Sini gua telan semua sperma lu"
Aku masih terkesiap.. tidak tahu mau komentar apa.. dan Vivi sudah mendekatkan diri ke tititku.
Diambilnya titit yang sudah mulai melemas dan dibersihkannya dengan lidah yang sigap.
Dijilat ujung kepalanya, dijilat batangnya, dan dijilat bijinya.
"Uhhmmm... enak banget, Vi!!"
"Makanya kalo mau masturbasi bilang-bilang. Gua bantuin deh!"

Mukaku langsung memerah.
"Kok lu bisa mau langsung telan sperma gue sih, Vi?"
"Gue kan juga wanita. Butuh pelammpiasan seks juga. Gua sering ngebayangin telan sperma sih. Akhirnya kesampean. Thanks lho, Ton"
Tidak lama dijilat-jilat, tititku langsung mengeras lagi. Otak kotorku langsung bekerja.
"Vi, lu dah lihat titit gue.. Mau dong lihat lu telanjang juga."
"Ih.. maunya.. Kalo bener mau, lu musti kasih gue foreplay dulu dong. Memek gua masih kering nih."

Dengan segera aku mendorong Vivi ke atas ranjang dan mencium bibirnya dengan lembut.
Ini ciuman pertamaku. Perlahan-lahan lidahku kumasukkan ke dalam mulutnya.
Vivi menyambutnya dengan memainkan lidahnya ke lidahku.
Ah.. Nikmat sekali bibir manisnya. Hal ini semakin membuat keras tititku.
Kemudian aku pindah ke leher belakangnya.
Vivi menggelinjang. Geli katanya, tapi merangsang.

Kuteruskan ciumanku di sekitar lehernya yang jenjang.
Tanganku mulai beraksi dengan mengelus dada penuh Vivi.
Ah..kenyal.
Kuremas perlahan-lahan.. Vivi semakin menggelinjang.
Kurasakan payudaranya semakin mengeras, semakin menggemaskan.
Tidak tahan cuma mengelus, kuangkat daster Vivi sampai payudaranya terlihat jelas.
BH yang dipilihnya berwarna pink. Serasi dengan warna kulitnya yang putih.
Membungkus rapi payudara indah nan mengkal.

Aku hanya bisa terpana melihat payudara Vivi untuk pertama kalinya.
"Ayo! Jangan cuma dilihatin dong, Ton. Buka dong BH gua!"
"I..I..Iya, Vi!" Dengan gelagapan, aku meraih ke belakang tubuh Vivi.
"Lho.. kok kaga ada kaitannya Vi? Gimana bukanya?"
BH kali ini memang belum pernah aku lihat sebelumnya. Beda sama yang biasa aku pinjam untuk masturbasi.
"Dasar lu Ton.. Ini BH kaitannya ada di depan. Bukanya kayak gini nih"
Vivi melepas sendiri BH pinknya.

Terpampanglah sepasang bukit indah. Puncaknya mungil berwarna pink.
Mataku tak dapat lepas dari bukit-bukit ini.
Kedua belah tanganku segera menggantikan BH yang terlepas.
Terasa cukup berat juga. Memang ukuran dada Vivi adalah 36C.
"Hisap dong, Ton! Gua pengen ngerasain kalo nyusuin bayi gede gimana..."
Mendengar perintah tersebut, segera kuarahkan mulutku ke puting merah jambu dari bukit putih yang kiri.

Perlahan-lahan kuhisap. Masih belum percaya kalau sekarang aku sedang 'menyusu'.
Empuk dan kenyal. Lembut dan halus. Luar biasa!
Vivi yang baru pertama kali disedot payudaranya langsung merasakan kenikmatan.
"Enak banget, Ton! Tahu gini dari dulu aja lu kenyot, Ton!"
Lidahku pun bermain-main di putingnya yang mulai mengeras.
Tangan kiriku bermain di payudara kanannya, juga mulai memilin dan memencet dengan gemas puting kanan.

Cukup lama aku bermain-main di payudara Vivi.
Vivi pun terus bergelinjang kenikmatan bahkan sampai mengalami orgasme pertamanya oleh laki-laki.
"Sampai yah, Vi?"
"Iya Ton.. Gua kaga nyangka baru dihisap elu aja, gua dah sampai."

"Vi, lihat memek lu dong. Boleh yah?"
"Silahkan aja.. Asal lu jilat yah! Kan gua dah jilat titit lu tadi"
"Wah.. mana bisa gue tolak tantangan lu."
Segera ku tarik celana dalam pink yang transparan itu.
Vivi mengangkat sedikit pantatnya agar mempermudah pelepasan celana dalamnya.
Begitu terlepas, Vivi segera mengangkang, memperjelas pemandangan lembah yang merangsang.

Memek Vivi terlihat bersih, dengan rerumputan halus yang tidak dapat menutupi keindahannya.
Rapat dan telah basah. Sangat basah.
Tititku semakin cenat-cenut.
Apakah aku bisa memasukkan tititku ke dalam lembah indah ini?
"Jangan cuma lihat dong Ton... katanya mau jilat memek gua?"
"Bentar dong, Vi.. Ini kan gue lagi melakukan foto secara mental. Biar keinget terus!"
"Dasar lu! Buruan ah! Cape ngangkang tahu!"

Segera kudekatkan wajahku ke memek Vivi.
Tercium wangi khas Vivi. Wangi badan Vivi memang seperti ini.
Cuma di bagian memek, seperti konsentratnya.
Wangi... wangi sekali..
Aku pun segera menjilat memek yang sudah basah dari tadi.
Ah... rasanya pun nikmat.. tidak ada bau pesing ataupun amis.
Aku pun melanjutkan jilatan ke memek Vivi.
Aku sapu seluruh permukaan. Tidak ada yang terlewat.

"Ah.. Ton.. di bagian ini enak dijilatnya." Vivi menunjukkan clitorisnya.
Aku yang belum mengerti kenapa bagian itu enak dijilat, tidak membangkang.
Jilatan perlahanku di clitorisnya membuat Vivi melengkungkan badan mengalami nikmat.
"Terus Ton... lebih cepat Ton di situ."
Cup..clup.. slurp.. cup.. slurp.. semakin cepat aku menjilati clitoris Vivi dan...
"AAAHHHHH.... Gua sampe lagi, Ton!!"
Dengan deras cairan kewanitaan Vivi keluar dan membuat mulutku becek.
Aku kewalahan menikmati cairan dewi ini. Kutelan secepat yang aku bisa dan sebanyak yang aku bisa.
Vivi segera terkulai lemas.

Tititku yang dari tadi menuntut pelampiasan, mengajakku mendekatkan kepalanya ke memek Vivi.
Vivi yang masih lemas, pasrah ketika kakinya kubuka lebar-lebar.
Kugesekkan perlahan-lahan kepala tititku di memek basahnya Vivi.
Gila.. enak banget. Hal ini selalu kubayangkan ketika masturbasi sambil menciumi BH dan celana dalam Vivi.
Vivi mulai merasakan kenikmatan kembali. Desahannya menambah nafsuku.

Perlahan-lahan kepala tititku mulai tenggelam di lembah hangat.
Kudorong keluar masuk sampai mentok di selaput daranya.
Vivi terlihat masih menikmati sodokan halusku. Dia tidak tahu kalau kepala tititku sudah tenggelam.
Hanya selaput dara nya yang menghalangi gerakanku.
Nafsu dan nalar berkelahi di pikiranku.
Apakah kuambil perawannya? Atau kunikmati saja seperti ini?
Sepertinya nafsuku yang menang.....

Baru saja hendak kulakukan sodokan keras, Vivi bangun dari posisinya dan membalikkan badan.
Menungging.
"Ton, ayo sodok dari belakang! Gua pengen ngerasain doggy style nih."
"Ok, Vi!"
Wah dikasih posisi seperti ini... bisa langsung bolong nih..
"Vi.. kalo posisi kayak gini bisa bolong lho nanti... Yakin nih?"
Padahal aku dalam hati mau banget... kapan lagi wanita cantik telanjang bulat, nungging di depanku.

"Ah iya.. yah... tapi... gua dah nafsu banget Ton... bolongin aja deh Ton.. Gua pengen tahu juga rasanya titit lu di dalam gua."
Mendengar itu aku langsung ambil posisi di belakang pantat Vivi dan mengarahkan tititku ke memek Vivi.
"Ok Vi.. gua juga pengen ambil perawan lu kok. Dah dari hari pertama ketemu elu, gue pengen ngerasain memek lu."
Kusodok perlahan-lahan. Kepala tititku segera mentok selaput dara.
"Siap Vi? Gua sodok nih...hmmphh" Sodokan kerasku langsung merobek selaput dara Vivi."
"ADUHHHH.... SAKIT.. Ton... pelan-pelan dong"
Vivi berusaha mencabut tititku dengan menjatuhkan diri ke depan tetapi keburu kutahan.

Pinggul Vivi kupegang sambil kurasakan tititku diremas-remas oleh memek Vivi yang belum terbiasa dimasuki benda asing.
Gila.. enak banget.
"Ton.. sakit tahu.. pelan-pelan yah.." Vivi memelas.
Kuturuti kemauan Vivi. Gerakan maju mundur secara perlahan kulakukan.
Vivi masih mengeluarkan rintihan halus. Perih katanya.
Memang masih berasa kesat gesekan ini. Terasa kering.
Tetapi secara perlahan kurasakan Vivi mulai basah kembali.

Gerakan maju mundurku semakin lancar tetapi belum kupercepat.
Rintihan berubah menjadi desahan. Vivi mulai menikmati tititku.
Secara pasti kupercepat gerakanku dan desahan Vivi semakin sering pula.
Setiap sodokan masuk, Vivi mendesah.
"Ah... Ah... Ah....Ah.. Ah..."
Desahan Vivi sangat sexy.
Jika hanya mendengar Vivi mendesah seperti ini saja, aku pasti terangsang.
Tetapi ini bukan mimpi... aku memang sedang menyetubuhi Vivi.
Dan desahannya adalah desahan karena menikmati permainan tititku.
Aku bahagia sekali.

"Ton.. kok jadi diperlambat... ayo dipercepat.. enak banget nih."
Lamunanku ternyata mengubah permainanku.
"Sorry Vi.. masih kaga nyangka kalo sekarang gue lagi bersetubuh ama lu."
"Iiihhh... lu bikin gue malu aja.. buruan ah ngentotnya.. pengen nyampe lagi nih."
"Ok, Vi." Kupercepat dan percepat sodokanku.

Badan Vivi semakin menegang dan semakin keras Vivi mendorong pantatnya ke belakang setiap sodokanku.
Desahan Vivi berubah menjadi teriakan kenikmatan.
"AAAAHHHH... Gue sampe lagi, Ton"
"Gue juga bentar lagi, Vi..."
Semakin cepat dan semakin cepat gerakan maju mundurku.
Kurasakan sebentar lagi aku akan meledak.
Di dalam atau di luar yah?? Di dalam atau di luar yah??
Berulang-ulang aku berpikir... belum sempat aku ambil keputusan...
"Ah.. Vi..." Crot.. Crot.. Crot...
Aku menyemprot lembah subur Vivi dengan benih cinta.

"Gila Ton.. enak banget sih dientot elu. Entar lagi yah.."
Aku masih lemas dan tititku pun belum selesai menyemprotkan air maniku, Vivi sudah minta lagi.
"Cabut dong Ton.. gue jadi geli nih."
Didorongya diriku dengan mudah.
Aku terbaring di sebelahnya dan memeluk erat.
"Thanks yah Vi.. Gue belum pernah ngerasain kenikmatan seperti ini."
"No.. no..no... Thank you, Ton. Itu barusan enak banget. Gue kayaknya nyampe berkali-kali."
Kami pun berpelukan sambil tertidur kembali.

Aku terbangun ketika sudah pukul 7 malam.
Vivi masih tertidur di sebelahku.
Masih telanjang.
Ah.. berarti tadi benar bukan mimpi. Vivi telah memberikan perawannya kepadaku.
Aku bergeser perlahan. Kebelet pipis.

Setelah aku menyelesaikan urusan kecilku, perutku menuntut perhatian.
Lapar! Wah makan apa yah?
Aku pun membuka-buka lemari dan kulkas, mencari apa yang bisa dijadikan makan malam.
Ternyata masih ada spaghetti.
Bikin Spaghetti Aglio Olio saja deh. Vivi sangat suka Aglio Olio-ku.

Aku merebus spaghetti. Iris bawang putih 3 siung.
Sosis kupotong kecil-kecil. Baso sapipun kurebus sekalian spaghetti.
Spaghetti kuangkat dan kusiram dengan air dingin.
Ini untuk menghilangkan bau spaghetti.
Kupanaskan minyak zaitun, kutumis bawang putih.
Wangi harum bawang putih memenuhi seluruh apartemen.
Sosis dan baso menyusul.
Telur pun kutaruh. Ongseng-ongseng sampai telur matang.
Spaghetti kutaruh dan kutumis sebentar.
Voila.. jadi deh Aglio Olio.
Tinggal taruh Italian herbs deh.

Vivi rupanya sudah bangun. Dia duduk di pinggir ranjang mengusap-usap matanya.
Badannya yang langsing membuat dadanya yang cukup besar terlihat seperti buah pepaya ranum siap dipetik.
"Pas banget bangunnya, Vi. Ayo makan."
"Wah.. Aglio Olio yah.. udah lama lu kaga bikin ini."
Kami pun duduk berseberangan.
Seumur-umur tidak pernah ngebanyangin makan bareng wanita cantik dan kita berdua tanpa busana.

"Servis lu luar biasa deh, Ton. Abis dientot masih dikasih makan."
"Bisa aja lu, Vi. Sekali lagi thanks yah, Vi. Lu kasih gue perawan lu."
"Iya Ton.. Gue sebenarnya kaga kepikiran sampai ke sana sih... tapi nanggung dan ternyata enak."
"Wah.. gue jadi merasa bersalah nih."
"Jangan gitu Ton.. kan gue yang ngijinin. Lagian.. menurut lu memangnya kenapa gue ajak lu tinggal bareng?"
"Hah? Maksud lu?"
"Iya..." Vivi mengunyah spaghetti di mulutnya baru melanjutkan "Gue sebenarnya naksir sama lu juga"
"Yang bener lu? Gue dari pertama kali ngeliat lu dah jatuh cinta."
"Hahahaha.. Love at first sight yah?"
"Iya.." mukaku terasa hangat karena malunya.

Vivi memang wanita yang tegas dan tahu dia mau apa.
Tidak ada yang bisa menghalanginya jika dia sudah ambil keputusan.
"Ortu gue aja sampai bingung waktu bilang mau ngekos dekat kampus. Padahal pulang ke rumah masih bisa."
"Iya.. gue juga bingung waktu lu bilang mau ngekos, Vi."
"Abis gue gemas sama lu, Ton. Dah setahun lebih kita kenalan tapi lu kaga pernah bergerak juga. Makanya gue ajak kos bareng."
"Wah.. kejebak gue...hahahahaha...tapi kejebak nikmat nih."
"Awas lu yah, Ton." Vivi mencubit lenganku dengan gemasnya.
"Oww.. Sakit..."
"Pasti kalah deh sakitnya pas lu jebolin gue. Gila sakit banget tadi."
Vivi bangun dan terus mencubit-cubit lenganku.

Aku melarikan diri ke kamar dan Vivi mengejarku.
Aku menjatuhkan diri ke atas ranjang.
Vivi menyergapku dan duduk tepat di atas tititku.
"Wow.. sudah keras lagi, Ton? Mau maen lagi?"
Aku hanya bisa menganggukkan kepala menanti kenikmatan.
Vivi memegang tititku dan mengarahkannya ke memeknya yang rupanya juga sudah basah kembali.
Masih sedikit sulit masuk karena memang memek yang baru pertama kali dibolongin masih cukup rapat.
Perlahan-lahan Vivi mulai menurunkan badannya, membuat tititku semakin tenggelam, menghilang di dalam kolam kenikmatan.

Vivi mulai menggerakkan pinggulnya. Maju mundur.
Buah dadanya bergoyang dengan anggunnya.
Pemandangan yang sangat indah membuatku ingin menghisapnya.
Aku mengubah posisi sehingga bisa menggapai dada Vivi dan menggiringnya ke mulutku.
Lembut, kenyal, besar dan halus.
Reaksi Vivi langsung berubah lebih beringas.
Rupanya titik rangsangnya berada di payudara.
Semakin kuhisap dengan kencang, semakin Vivi gelagapan.
Pentil pinknya kumainkan kembali dengan lidah dan Vivi semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba badannya melengkung ke depan membuatku tersekap oleh payudara besarnya.
Rupanya Vivi telah sampai lagi.

Vivi kelelahan dan merebahkan diri ke ranjang.
Aku yang dibuatnya jadi tanggung tidak mau membiarkan Vivi beristirahat.
Posisi missionaris membuatku bisa beraksi dan Vivi beristirahat.
Tititku pun masih mengalami kesulitan masuk. Benar-benar masih rapat.
Perlahan-lahan mulai kugarap.
"Vi.. lu benar-benar sexy deh. Cantik dan baik hati"
"Gombal lu, Ton."
"Beneran lagi, Vi"
Muka Vivi menjadi merah dan kakinya segera melingkari pinggulku.
Membuat tititku semakin dalam menancap liang kewanitaannya.
Keluar masuk dengan lembut, karena aku masih merasakan memek Vivi belum terbiasa dengan tititku.
Perlahan dan pasti aku semakin mempercepat gerakanku.
Dan akhirnya aku pun menyemprot kembali di dalam rahim Vivi. Crot.. Crot...

"Hangat, Ton... Enak.."
"Apanya yang hangat, Vi?"
"Itu sperma lu. Berasa hangat dan mengalir ke dalam gue."
Vivi segera mengambil bantal dan mengganjal pinggulnya.
Aku tidak mengetahui maksudnya ini.
Baru dua bulan kemudian Vivi memberitahuku kalau dia hamil.
Dia tidak mendapatkan mens dan pergi memeriksakan diri ke dokter dan hasilnya positif hamil.
Wah.. aku bahagia sekali.. walaupun belum lulus kuliah tetapi sudah bisa menjadi ayah.
Memang aku tinggal sidang skripsi sebelum lulus tetapi tawaran kerja dari tempat magangku memastikan posisiku di perusahaan setelah aku lulus.
Aku siap untuk bertanggung jawab.

Ortu Vivi memang sudah siap kalau Vivi hamil. Mereka sudah siap sejak Vivi tinggal bersamaku.
Kata mereka, "Vivi keras kepala dan memang sudah naksir kamu sejak dulu."
"Begitu mau tinggal bareng kamu, kami jelaskan resikonya. Terus dia bilang memang mau kawin sama kamu."
Vivi merah padam ketika cerita ini disampaikan.
"Anton.. kami berdua sungguh lega kalau kamu mau bertanggung jawab. Kapan pernikahannya? Jangan lama-lama.
Nanti perut Vivi sudah terlalu besar. Kalo akhir bulan bagaimana?"
"Akhir bulan, Om? Cepat juga yah.. tapi saya belum ada modal untuk pesta, Om. Nikah tamasya aja yah?"
"Tidak masalah nikah tamasya. Orang tua kamu sudah tahu?"
"Belum, Om. Rencananya setelah ini saya akan segera pulang kampung dua hari bersama Vivi."
"Bagus kalau begitu."

Kami pun melangsungkan pesta pernikahan sederhana, hanya keluarga dan teman-teman dekat.
Vivi terlihat manis dalam gaun pengantin putih Ivory.
Dadanya terlihat siap menyembul keluar.
Memang kami sengaja memilih gaun yang menguatkan aksen sexy Vivi.
Bahkan pada saat lempar bunga, bukan bunga yang dilemparkan.
Vivi merogoh ke roknya dan menarik celana dalam G-String putihnya.
Dilemparkan ke teman-teman pria yang benar-benar barbar berebutan.
Kami tertawa bersama melihat kejadian itu.
Malam harinya kami habiskan dengan sex berbagai posisi.

Kami telah menikah selama 5 tahun dan sudah mempunyai 2 orang anak sekarang.
Kami masih tertawa membicarakan kejadian awal pacaran singkat dan langsung menikah ini.
no image

Sperma Lelaki Lain di Celana Dalam Istriku

Begitu turun kapal di pagi hari di Tanjung Priok, Giman tetangga sebelahku telah menungguku. Dia menggelandangku untuk mampir makan di Saiyo Bundo warung Padang kesukaanku tidak jauh dari dermaga. Sembari makan dengan rakusnya, dengan penuh antusias dia menceritakan bahwa beberapa hari terakhir ini dia melihat dengan perasaan curiga. Seorang lelaki, usianya sekitar 52 tahun, 15 tahun lebih tua dari aku, selama minggu-minggu terakhir ini, setiap dini hari termasuk tadi pagi, sekitar pukul 5, nampak keluar dari rumahku. Dia curiga istriku pasti telah berselingkuh dengan lelaki itu.

Mendengar omongan Giman teman akrab dan tetanggaku yang tak pernah kuragukan jujur dan tanpa pamrihnya sepertinya aku sangat terpukul. Shock. Aku limbung. Jiwaku sungguh-sungguh tergoncang. Aku jadi merasa kecil, disepelekan, diabaikan, dikalahkan, dihina, ditinggalkan. Martabat dan harga diriku dihancurkan, diluluh lantakkan.

Langsung terbayang di mataku. Seorang lelaki tua seumur bapaknya menggauli dia, Warni istriku yang baru berusia 28 tahun itu. Mungkin lelaki tua yang kekar berotot sebagaimana yang sering diinginkan Warni padaku agar banyak berolah raga supaya tubuhku kekar berotot. Lelaki tua itu bercumbu, berasyik masyuk melepaskan syahwat birahinya pada istriku.

Terbayang bagaimana istriku yang sangat mendambakan lelaki berotot menggigiti dadanya yang gempal penuh otot dengan sepenuh gairah birahinya. Tentu Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu penis lelaki itu menembusi vaginanya. Dan kubayangkan pula bagaimana Warni mendesah atau merintih saat menerima tusukkan penis Pak tua itu di kemaluannya.

Aku paham ke-liar-an Warni saat orgasmenya datang menyerbu. Kubayangkan dia bergelinjang sambil menggeliat-geliatkan pinggulnya untuk menahan gatal syahwatnya. Saat dorongan ejakulasinya mendesak-desak untuk muncrat dari lubang vaginanya, tangan-tangannya pasti akan mencengkeram atau mencakar punggung Pak tua itu hingga membuatnya luka dan mengeluarkan darah.
Bayangan-bayangan diatas semakin membuat aku sebagai lelaki atau sebagai suami yang tak ada artinya. Aku sepenuhnya menjadi pecundang yang akan melata terseok-seok di tanah.

Tetapi aneh.. Dan mengherankan. Kenapa bayangan pada Warni istriku telah membuat aku demikian tercampak itu tidak juga membakar rasa cemburuku. Ada lelaki lain hadir yang selalu berasyik masyuk dengan istriku saat aku berlayar di tengah lautan. Aku yang berlayar demi kehidupan perkawinan dan masa depanku bersama Warni yang telah 5 tahun ini kunikahi.

Aku memang merasa terbakar atau terpanggang hidup-hidup. Aku seakan telah menggeliat-geliat tanpa mampu menghindarkan panasnya rasa amarah, tetapi bukan cemburu. Bahkan kemaluanku mengeras. Penisku ngaceng tegak mendorong dalam celanaku. Benarkah terjadi? Mungkinkah pukulan itu langsung merubah kepribadianku? Merubah oreientasi seksualku?

Ah, aku harus menyangsikan cerita Giman ini? Apa dia tak salah lihat? Bukankah Warni selalu menunjukkan cinta dan kesetiaannya padaku selama ini? Walaupun tetangga sebelahku ini kuyakini sebagai orang yang paling jujur dan baik, aku tidak boleh begitu saja percaya pada ceritanya. Sebaiknya aku lekas pulang. Aku harus menyaksikannya sendiri.

Warni nampak terkejut saat aku muncul di pintu. Memang seharusnya aku belum pulang. Tetapi karena kapalku harus mengisi bahan bakar maka aku bisa pulang ke rumah. Aku tidak menunjukkan kecurigaan apa-apa saat ketemu istriku. Aku merangkulnya dengan hangat sambil mencium jidadnya. Demikian pula Warni. Dia menyambutku dengan penuh rindu. Ia cium pipiku dan kemudian merembet ke bibirku. Dia melumat kumis dan bibirku. Kami berasyik bertukar lidah dan ludah. Aku sempat meremas kecil payudaranya yang masih 'getas' itu. Sesungguhnyalah istriku Warni adalah perempuan yang sangat cantik.

Tampilan Warni sangatlah menggemaskan mata para lelaki. Aku harus menyisihkan banyak saingan saat aku melamarnya. Di lingkungan desanya Warni adalah kembangnya. Kecantikan Warni sering jadi bahan omongan para lelaki baik yang masih bujangan maupun yang sudah beranak pinak.

Menurut pendapatku kecantikan Warni adalah jenis kecantikan alami yang mudah membangkitkan syahwat. Tubuhnya padat dan kencang. Dengan ukuran tubuhnya yang sedang saja mepakai baju apapun Warni akan terlihat luwes dan pantes. Bibirnya, lehernya, anak-anak rambutnya pada tengkuk atau jidad, dadanya yang bidang dengan buah dada yang hhuuhh.. Sungguh membuat penis lelaki langsung ngaceng ingin merasai nikmat legit vaginanya.

Pinggul dan pantatnya sangat serasi saat berjalan, membungkuk ataupun duduk. Dan melihat Warni saat melenggang di jalanan sepertinya orang Jawa bilang 'macam luwe' atau harimau yang lapar. Langkah-langkah kakinya saat bergerak maju yang diikuti oleh ayunan pinggul dan pantatnya serta lenggang lengan serta ayunan bahu.. Wwoow.. Aku tak mampu menceritakan keserasian yang sarat dengan pandangan birahiku.

Dan kenyataan yang lebih hebat lagi, Warni seperti kuda liar yang binal setiap melayani aku di ranjang. Dia selalu nampak haus dan menunggu belaianku. Warni termasuk perempuan yang tak mudah dipuaskan syahwatnya. Aku sering terpikir, seberapa jauh aku bisa mengimbangi hasrat birahinya. Atau, mampukan aku memberikan kepuasan seksual ke istriku Warni ini?!

Adakah itu pula yang menyebabkan lahirnya cerita si Giman tetanggaku itu? Mungkinkah aku terlampau lama melaut hingga Warni tak mampu menahan gelora syahwatnya? Ah.., memang selama ini aku selalu khawatir setiap memikirkan istriku Warni yang 'hot' itu saat aku berada di tengah samudra. Bayangan akan hadirnya lelaki lain memang sering dan membuat hatiku merana. Aku sering membayangkan seandainya itu terjadi. Aku jadi terpukul-pukul dan terluka oleh bayanganku sendiri.

Seperti biasa setiap pagi Warni pergi belanja ke pasar. Pagi itu saat hendak berangkat dia menawari aku ingin makan apa? Dia akan masak makanan kesukaanku. Aku serahkan pada dia untuk memilihnya. Aku ingin dia lekas keluar rumah ke pasar. Aku ingin melihat-lihat keadaan rumah, siapa tahu ada petunjuk tentang adanya lelaki tua itu.

Aku amati perabotan di rumah. Mungkin ada rokok tyang tertingal. Atau benda-benda khas lelaki lainnya. Aku juga buka-buka lemari pakaian. Adakah yang mencurigakan? Mungkin bau minyak wangi, atau ada baju baru yang kemungkinan pemberian lelaki tua itu.

Kemudia kulihat pula tas tangannya atau dompetnya. Siapa tahu disitu ada benda-benda yang pantas dicurigai?! Ternyata aku tak menemukan apa-apa. Aku lantas duduk diam. Memikirkan kemungkinan lainnya. Dan.. Achh, siapa tahu.. Aku pergi ke kamar mandi. Aku periksa pula pakaian kotornya yang masih nge-gantung di kamar mandi. Bukankah tadi pagi Giman masih memergoki lelaki itu?!

Aku lihat blus, kutang dan roknya. Kuamati dengan cukup cermat. Kulihat noda-noda keringatnya yang membentuk seperti peta. Itu tidak membuat aku khawatir atau curiga. Kini kuraih celana dalam Warni yang berwarna merah dengan kembang-kembang lembut. Kuamati cermat pula. Di arah selangkangannya, kemudian di bagian yang menutupi vaginanya. Disitu aku tiba-tiba.. Deg.. Jantungku berdegup kencang.. Aku melihat ada kilatan lendir yang menempel. Jariku cepat meraba.. Kembali.. Deg.. Benar.. Aku meraba lendir. Saat kuperhatikan nampak olehku gumpalan lendir macam putih telor.. Lebih lengket dan kental karena hampir mengering. Berarti peristiwanya belum lama.

Aku bisa pastikan ini peristiwa malam tadi. Sperma ini milik lelaki itu. Mungkin celana dalam itu untuk mengorek sperma yang menggumpal di lubang vagina istriku. Sperma yang ditumpahkan lelaki itu. Berkali-kali kuamati sampai aku yakin banget bahwa itu sperma. Sperma lelaki lain yang nempel di celana dalam istriku. Ah.. Kenapa kamu bisa begini Warnii..?!

Sekali lagi, kenyataan yang kutemukan itu semakin tidak membakar cemburuku. Bahkan penisku ngaceng menyaksikan sperma lelaki lain di celana dalam Warni ini. Bahkan pula, jari-jariku berusaha merasai benar-benar bagaimana lengketnya gumpalan sperma itu. Rasanya ingin dan sangat menyenangkan apabila aku bisa mendapatkan lebih banyak sperma lagi. Hidung dan matakupun berusaha menangkap citra sperma yang nempel celana dalam itu. Aku mencoba mendekatkan ke hidungku dan membauinya.

Kini aku dikejar oleh rasa penasaran. Bukan karena rasa cemburu. Penasaranku itu adalah rasa haus untuk menghadirkan khayalan bagaimana istriku menggigiti dada lelaki itu yang gempal berotot dengan penuh gairah. Bayangan Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu penis lelaki itu menembusi vaginanya. Dan bayangan Warni yang mendesah atau merintih saat menerima tusukkan penis Pak tua itu di kemaluannya. Aku ngaceng berat. Tanganku serasa ingin mengelusi penisku sambil meneruskan bayangan lelaki tua yang ngentoti istriku Warni.

Akhirnya aku perlu bersiasat. Aku persiapkan kemungkinan untuk mengintai kamar pengantinku. Aku pelajari situasi di luar kamarku. Aku mengambil bangku plastik bekas yang ringan dari gudang untuk pijakan berdiri mengintai dari kisi-kisi jendela kamarku itu. Aku samarkan adanya bangku itu di antara pot-pot tanaman hias yang terserak di luar jendela kamarku.

Untuk lebih meyakinkan Warni, dan juga cukup waktu untuk mereka berdua, Warni dan lelaki itu, untuk dirundung kerinduan saling bercumbu, pada malam pertama dan kedua kedatanganku aku benar-benar tinggal di rumah. Dan sebagaimana biasa saat sebagai suami istri kami menghabiskan waktu untuk berasyik masyuk menyalurkan syahwat birahi.

Pada pagi hari ke.3 aku bilang pada Warni istriku, bahwa aku menerima telpon dari nakhoda untuk memeriksa mesin, itulah tugasku di kapal, apakah perlu 'repair' selama menunggu bahan bakar. Mungkin aku mesti menginap di kapal untuk menyelesaikan tugasku itu. Dengan menampakkan seakan masih memendam rindunya, istriku melepas aku pergi. Dan aku pergi, tetapi bukan ke kapal.

Aku menyelinap masuk ke rumah Giman yang kebetulan lagi sendirian. Istri bersama anaknya lagi pulang mudik. Giman yang teman akrabku ini setuju akan membantu aku memata-matai ulah tingkah Warni istriku. Solidaritas tetangga, katanya. Aku menunggu hari gelap. Tunggu punya tunggu hingga pukul 10 malam tak ada orang yang datang ke rumahku. Dan aku yakin biasanya istriku sudah terlelap tidur. Dia termasuk orang yang tidak tahan melek.

Dan Giman yang sedianya akan membantu akupun telah tertidur di bangkunya. Nampaknya dia kelelahan dan tak tahan melek. Aku tak akan membangunkannya. Aku sendiri yang biasa terbiasa tidur tengah malam tetap membuka mata duduk di kegelapan beranda rumah Giman, mengawasi rumahku.

Tiba-tiba lampu depan rumahku.. Pet.. Mati. Pasti istriku yang mematikan lampu itu. Sekeliling rumahku jadi sepi. Aku jadi tegang. Kenapa? Adakah seseorang akan datang yang tidak boleh nampak oleh orang lain?

Ternyata aku tidak perlu menunggu jawaban terlalu lama. Sekitar 5 menit sesudah lampu dimatikan dari arah kanan, sekitar 50 m dari rumahku nampak seseorang berjalan dalam kegelapan. Yaa.. Seorang lelaki.

Dan tepat di pintu pagar rumah dia sesaat berhenti. Dia tengok kanan kiri untuk mengamati adakah orang lain yang melihatinya? Kemudian dia membuka pintu pagar dan bergegas masuk ke halaman rumah atau lebih tepat lagi menuju jendela kamar di mana adalah merupakan kamar pengantinku. Lelaki itu mengetok pelan. Mungkin sekitar 3 ketokan pada daun jendela itu.

Kemudian dia kembali bergegas ke pintu masuk rumah. Aku melotot tajam. Aku sangat tegang. Kuusahakan mataku tidak melepas pandangannya pada lelaki dan pintu itu. Tak sampai semenit nampak pintu itu terbuka. Yang nampak hanyalah lubang pintu yang gelap. Aku tak melihat istriku. Dia berada dalam kegelapan lubang pintu itu.

Dan dengan cepat lelaki itu menghilang dan pintunya kembali tertutup. Sepi kembali. Tetapi aku tidak sepi. Hatiku gemuruh sepertinya gelombang tzunami yang sedang menyerang pantai Larantuka dan melenyapkan pucuk-pucuk nyiurnya.


Ada semacam bara cemburu yang sangat merangsang hasrat birahiku. Bukan akan menghalangi percumbuan kedua insan ini. Kecemburuanku ini justru menginginkan 'pencurian nikmat syahwat' ini berlangsung sukses. Aku ingin, dan sangat ingin menyaksikan wajah istriku saat menerima nikmatnya sentuhan lelaki lain.

Aku ingin menyaksikan bagaimana Warni membuka pahanya yang putih indah itu 'ngangkang' menunggu penis lelaki itu mendekat ke vaginanya. Aku ingin bagaimana saat-saat penis lelaki itu menyentuh vaginanya. Duhh, duh.. Aku ngaceng berat, nih. Aku menunggu beberapa waktu sebelum aku mengendap memasuki halaman rumahku sendiri. Aku mencoba mendekat ke kamar pengantinku dan mendengarkan apa yang sedang terjadi.

Kupingku menangkap suara cekikikan istriku. Sepertinya dia menahan kegelian. Kemudian suara berat dari seorang lelaki yang terkesan penuh wibawa dan sangat melindungi,

"Ayoo, War.. sini. Jangan takut. Mas akan bantu supaya nggak terasa sakit" .. Hah..?
"Aku khan belum pernah, Mas. Lagian geli, gitu lho"
"Jangan khawatir, pelan-pelan saja kok. Biar kuludahi dulu agar licin"
"Ad.. Akhh.. Adduhh.. Pelan mass.. Hachh.. Aacchh..".
"Dikit lagii.. Huuchh.."
"Huucchh, ampuunn.. sudah Mass.. Jangaann.."

Edan.. Omongan itu membuat aku sangat tegang. Lagi diapain Warniku. Sepertinya dia menolak sesuatu yang disodorkan padanya tetapi membiarkannya sodoran itu jalan terus. Yang pasti bukan perkosaan atau jenis paksaan lainnya. Dan lelaki itu sepertinya sedang mengejar kenikmatan yang tak terhingga dari istriku,

"Ampuunn, Maass.. Enakk bangeett.. Dduh.. Sakiittnyaa.."

Sekali lagi edan.. Teriakan 'enak' dan 'sakit' datang bersamaan dan beruntun. Serta merta aku beranjak mengambil bangku plastik yang telah kusiapkan sebelumnya. Aku berdiri di atasnya dan melongok ke kisi-kisi jendela kamarku.

Hampir saja aku jatuh terguling begitu aku menyaksikan apa yang telah kusaksikan. Aku seakan kena pukul palu godam penghancur beton sebesar mesin giling. Aku melihat lelaki tua itu sedang menaiki pantat istriku. Mereka berdua bugil seperti anjing di musim kawin. Kusaksikan tubuh lelaki tua itu sangat seksi. Dadanya gempal dengan bukit-bukit otot buah dadanya. Puting susunya nampak menghitam. Demikian pula bagian tubuh lainnya yang penuh otot membuat lelaki itu nampak sangat jantan. Dia seperti seorang petarung yang selalu menang. Tetapi yang membuat aku hampir kelenger adalah penisnya. penis lelaki itu sungguh besar dan panjang luar biasa. Aku jadi ingat tongkat pemukul 'base ball'.

Maka kini lengkaplah seluruh bentuk ke-kalahan-ku. Tampilan keseluruhan lelaki itu benar-benar menempatkan aku menjadi pecundang total. Dan aku yakin bahwa selama 2 malam bersamaku, Warni tidak benar-benar memberikan perasaan maupun hatinya padaku lagi. Dia pasti hanya tertuju nikmat-nikmat syahwat yang berlimpah dari lelaki ini. Lelaki ini terlampau hebat bagiku.

Bahkan telah menjadi kenyataan, aku kini benar-benar ngaceng melihat sosoknya. Aku sangat kehausan untuk menerima kenikmatan bagaimana dikecilkan, disepelekan, diabaikan, dikalahkan, dihina, ditinggalkan. Bagaimana nikmat martabat dan harga diriku dihancurkan, diluluh lantakkan oleh lelaki yang sangat seksi ini. Dan nikmat itu benar-benar telah merambati sanubariku saat ini dimana seperti anjing kawin lelaki itu lagi asyik berusaha ngentot lubang pantatnya.

Penis itu sedang mendesak-desaki pantat Warni. Dan Warni yang suaranya terus meng-'aduh' campur meng-'enak' bukannya sedang cemas atau ketakutan. Justru tangannya nampak aktip mengarahkan penis gede itu ke lubang pantatnya. Kontan ngaceng penisku langsung mentok habis. Aku membayangkan seakan mulutku menjadi pantat Warni yang harus menerima sodokkan kemaluan gede lelaki itu. Aku merasakan sakit adanya jepitan dalam celanaku. Aku terpaksa melepaskan kancing celanaku dan membuka resleitingku. Aku melepaskan kemaluanku dari jepitan celanaku. Dan tanganku menyenggolinya agar rasa gatal birahiku tersalurkan.

Nampak penis lelaki itu semakin bisa diterima pantat Warni. Dengan kocokkan-kocokkan kecil gerbang atau katup anal Warni akan terkuak. Kulihat lelaki itu menggerakkan pantatnya maju mundur mendorongi kemaluannya. Dan di pihak lain, Warni menyongsongkan pantatnya untuk menjemputi kemaluan gede lelaki itu.

Beberapa saat kemudian, dengan rintihan sakit dan sekaligus desahan nikmat yang keluar dari bibir Warni, lelaki tua itu mulai leluasa mengayun-ayunkan pinggul dan pantatnya untuk mendorong dan menarik penisnya masuk dan keluar menembusi dubur istriku Warni. Kemudian aku melihat dia merubah posisinya. Tubuhnya rebah memeluki punggung istriku. Dia mencium dan melumati punggung dan tengkuk Warni sambil tangan-tangannya meraih dan meremas-remas buah dadanya.

Aku kini benar-benar melihat ekspresi wajah istriku. Wajah yang sedang mengarungi awang nikmat itu matanya setengah tertutup. Dia terkadang mendongak dan kemudian merunduk bagai mahkluk yang gelisah. Sesekali kepalanya menyibakkan rambut panjangnya dengan cepat. Dan rambut itu terlempar ke belakang menyapu kepala lelaki yang sedang memagut tengkuk atau punggungnya.

Pantat lelaki itu terus berayun penuh irama dengan sangat indahnya. Naik turun maju mundur, mengayun menggelombang seperti pantat zebra liar ditengah pelariannya saat dikejar sang 'predator' di padang Serengeti, Afrika. Bibir Warni terkadang menyeringai pedih, terkadang lain seperti senyum yang sarat nikmat. Makin jelas nampak olehku dua orang manusia ini sedang dalam perjalanan nikmat surgawi di anjungan syahwat birahi hewaniah mereka yang lepas dan liar.

Aku perhatikan seprei ranjang pengantiku telah teraduk berantakkan. Bantalku nampak terlempar ke lantai menindih busana istriku dan busana lelaki itu. Sepertinya para busana itupun sedang saling berasyik masyuk di mataku. Amppuunn..

Aku tak tahan lagi. Aku bukan cemburu atau sakit hati. Kini justru aku merasakan nikmat syahwat yang luar biasa. Menonton Warni yang demikian menampakkan nikmat dalam pompaan lelaki itu aku mendapatkan sensasi birahiku. Belum pernah kurasakan kenikmatan yang luar biasa macam kini. Membayangkan Warni melupakan aku yang suaminya mendorong tanganku dengan cepat mengelusi dan mengocokki kemaluanku. Aku semakin terangsang dengan adanya suara merintih atau mendesah dari istriku karena jejalan penis lelaki itu di lubang pantatnya. Tetapi ada yang bagai dinamit meledakkan nafsuku adalah saat kudengar pula suara lelaki itu,

"Ayoo, Warni, enakk nggaakk peniskuu?? Enakk?? Enak mana dengan penisku atau penis suamimu?? Ayyoo Warnii.. Ngomongg.. Enak mana penisku atau penis suamimu..??"

Dan belum juga Warni menyahut pertanyaan lelaki itu aku yang telah mendengarnya langsung bergetar.

Lututku langsung gemetar. Aku merasakan merinding dan darahku mendesir hebat. Aku merasakan semakin nikmatnya mengocok kemaluanku sendiri. Aku merasakan spermaku sudah teraduk dari kelenjarnya. Aku merasakan seakan spermaku akan terkuras habis saat mendengar omongan lelaki tadi. Aku menghadapi orgasmeku dengan hasrat nikmat yang belum pernah kualami. Aku berteriak tertahan sambil mataku terbeliak menyisakan warna putihnya.

Berdiriku oleng dan aku akan jatuh terjengkang. Pegangan tanganku pada kisi-kisi jendela itu luput. Dan kini aku benar-benar melayang ke arah belakang terjerembab jatuh ke tumpukan puing bekas bongkaran rumahku. Entah terluka atau tidak aku tak lagi merasakannya. Aku cepat beringsut ke kegelapan, khawatir suara jatuhku membuat yang di dalam kamar pengantinku mendengar dan mencari sumber suaranya. Aku tetap terus mengocok penisku. Nikmat ini harus kukejar dan selesaikan hingga puncak syahwatku itu tumbang. Dalam keadaan terguling ke bebatuan dan akhirnya tersungkur ke tanah spermaku muncrat-muncrat. Aku benar-benar meraih kepuasan nafsu birahiku. Aku terseok kemudian bersandar ketembok dan terkulai.

Aku yakin mereka, lelaki tua itu dan istriku Warni terlampau asyik menimba nikmat yang sedang mereka rengkuh sehingga sama sekali tak mendengar suara aku jatuh terjerembab. Bahkan saat aku telah terkuras tenagaku berkat spermaku yang tumpah ruah mereka belum juga usai berayun-ayun. Suara-suara desah dan rintih mereka semakin cepat saling bersahutan.

Aku masih perlu waktu untuk mengembalikan hasrat seksualku. Biarlah aku mendengarkan saja suara-suara itu hingga iramanya terdengar semakin tak terkendali. Itu pertanda bahwa mereka kini sedang menapaki puncak syahwatnya. Tetapi akhirnya aku tergelitik untuk kembali mengintip. Aku betulkan letak bangkuku kembali. Kali ini aku jaga dari kemungkinan terguling kembali. Dengan hati-hati aku menaiki kursiku dan tanganku berpegang kuat pada kisis-kisi jendelaku. Aku lihat tubuh istriku basah mengkilat oleh keringatnya. Demikian pula lelaki itu. Tubuhnya nampak dialiri keringatnya yang menderas. Wajahnya setiap kali disapunya agar matanya tidak pedih tertutup keringatnya.

Kini mereka benar-benar sedang berpacu dengan hasrat birahinya yang meledak-ledak. Kepala istriku yang bergoyang mengibas-ibaskan rambutnya telah nyata dalam keadaan setengah sadar. Dia sedang terbang di samudra nikmat tak terhingga. Dia akan melupakan berbagai hal. Dan tak mungkin secuilpun mengingat aku. Kenikmatan itu benar-benar telah merampas kesadarannya.

Rasa panas atau pedas pada lubang duburnya tak lagi menjadi kendala. Pacuan itu mendekati garis finalnya. penis lelaki itu terus menggojlok-gojlok meruyaki lubang analnya. Dinding anus Warni mungkin sedang meremas-remas batang penis lelaki itu. Hingga..

Datanglah puncak nikmat mereka. Lelaki itu menyambar rambut istriku dan menjadikannya tali kekang. Dia menghela istriku bagai kuda tunggangannya. Dia berteriak dan mendesis. penisnya menyemburkan cairan panas yang sangat kental ke dalam lubang anus Warni. Bertubi-tubi puncratan sperma yang didahului kedutan urat-uratnya menyemprot dari lubang penisnya.

Secara bersamaan keduanya tumbang dan rubuh ke ranjang. Tetapi seperti anjing kawin pula, kemaluan lelaki itu tidak lepas dari lubang anal Warni. Dan dalam posisi saling diam mereka sepertinya mempertahankan penis yang terbenam dalam anus itu. Dari arah belakang lelaki itu justru mempererat rangkulannya, dan sebaliknya Warni juga semakin memegang lengan berotot lelaki itu. Adegan diam itu berlangsung seperti sebuah 'pantomime'. Berlangsung bermenit-menit.

Kemudian aku mulai melihat si lelaki bergerak. Dia memajukan mukanya untuk bisa mencium Warni. Dan dengan refleksnya Warni menyambut. Dalam keadaan 'gancet' dimana tubuh yang satu lengket pada tubuh lainnya, mereka berlumatan bibir. Bibir-bibir Warni membuka dan mengatup merespon bibir-bibir lelaki itu. Mereka meludahi dan diludahi. Mereka saling menikmati dan meminum ludah lawannya. Warni menelan dengan setengah menutup matanya.

Dengan cara itu rupanya mereka ingin memulai kembali permainan syahwatnya. Mereka ingin mengulang ledakkan nikmat yang didapatkan sebelumnya. Mereka kini ber-ancang-ancang memasuki ettape lanjutan. Ciuman mereka berkembang semakin panas. Mulut lelaki itu mulai turun merambahkan ciumannya ke dagu Warni. Aku mendengar desahan tertahan dari mulut Warni.

Aku juga melihat penis lelaki itu melepas dari lubang anus dan Warni berbalik hingga mereka menjadi saling berhadapan. Bibir lelaki itu mengejar gundukkan payu dara Warni. Bibir yang menggigit dengan gemas membuat Warni bergelinjangan meliak-liukkan tubuhnya bak ular kobra dalam tangkapan.

Berikutnya adalah Warni yang ganti mematuk. Dia menghunjamkan ciumannya ke leher lelaki itu. Dia juga menggigit-gigit kecil dan menarik bibirnya turun melata dari leher menuju ke dadanya. Otot-otot gempal lelaki itu menjadi sasaran hasrat birahi istriku. Dia menggigit penuh dendam gumpalan otot buah dada lelaki tua itu.

Warni menjadi sangat menikmati saat merasakan betapa lelaki itu menggelinjang dan mengaduh nikmat. Warni jadi mem-buas. Tangannya menggapai bagian-bagian tubuh lelaki itu dengan sangat liarnya. Dia raih apapun yang menonjol pada tubuh lelaki itu. Tangannya meremas, mencengkeram dan terkadang juga mencakar.


Ciuman Warni terus turun ke perut. Godaan hasratku bangkit menyaksikan otot perut lelaki tua itu. Demikian kencang dan sangat serasi tampilannya. Aku iri dengan bentuk perut indah macam itu. Betapa nikmat selusuran bibir Warni merambahi perut lelaki itu.

Rasa iriku ini mendorong nafsuku untuk ikut menciuminya. Yaa, aku demikian ingin menciumi tubuh lelaki yang jelas-jelas telah menggeluti dan menumpahkan spermanya ke tubuh istriku sendiri. Aku dilanda sensasi erotis yang membuat orientasi seksualku tiba-tiba bergeser. Aku yang seharusnya melawannya malahan kini menjadi menikmati syahwat dari kekalahanku. Aku berubah menjadi pemuja penaklukku. Aku ingin menggantikan peranan Warni. Aku membayangkan aku sebagai Warni yang sedang menciumi otot-otot gempal lelaki yang bukan suamiku. Aku menjadi sangat kehausan.

Tenggorokanku terasa sangat kering. Dan rasanya obatnya hanyalah menyaksikan sperma lelaki itu tumpah di mulut istriku dengan bayangan syahwat yang membuat seakan sperma itu tumpah di mulutku. Tampak Warni tak melewati seinchipun ciuman dan bahkan kini juga jilatannya pada perut lelaki itu. Dan aliran bibir dan lidah Warni alur selanjutnya sudah kubayangkan. Pasti ciuman dan jilatannya akan meluncur ke arah kemaluan lelaki itu. Dan itu terjadi.

Warni memang type perempuan penikmat syhawat sejati. Lihatlah, tangannya yang penuh perasaan dan peka dia merintis dengan rabaan-nya merambah ke wilayah kemaluan lelaki itu. Dan kini bibir Warni 'napak tilas' mengikuti alur rintisan tangannya. Lidah dan bibir Warni menapaki jalur jari-jarinya untuk mencium dan menjilati batang kemaluan lelaki itu. Seperti si buta dengan tongkatnya. Jari-jari Warni menjadi pedoman bibir dan lidahnya dalam upaya melumat 'tongkat base ball' milik lelaki itu. Dan kini jari-jarinya sedang mengelusi batang tegar kaku serta hangat penuh otot itu untuk menuntun jalan jilatan dan lumatan lidahnya.

Dan ketika bibir dan lidah Warni menyentuh kemudian menciumi dan menjilati batang penis itu, si lelaki tua mendesis. Kenikmatan erotis yang sungguh luar biasa telah menimpanya. Tangannya yang kekar penuh otot merampas rambut-rambut Warni dan memerasinya. Dia menebar rasa pedih pada kulit kepala istriku. Dia ingin mendengarkan rintihan sakit yang nikmat dari mulut Warni. Saat dia benar mendengar rintih dan jerit sakit Warni, tangannya menekan keras kepala istriku. Dia tunjukkan keinginan hewaniahnya. penisnya dijebloskan lebih dalam ke mulut Warni. Dia ingin istriku melumati penisnya.

Tak lama kemudian kusaksikan lelaki itu cepat berbalik. Dia dorong Warni untuk telentang. Lelaki tua itu bergerak setengah berdiri untuk melangkahkan pahanya dan meng-angkangi dada istriku. Masih dalam remasan tangannya rambut Warni ditekankannya ke bantal sehingga kepala Warni terdongak dengan bibir yang setengah menganga. Pada saat itulah kangkangan lelaki itu bergeser maju. penisnya kembali disorongkan ke mulut istriku agar dilahapnya. Dan istriku cepat me-respon. Kini aku menyaksikan kembali gerakan mengayun. Dengan penisnya yang gede panjang lelaki itu ngentot mulut istriku Warni.

Seperti bayi yang berangkang dengan selangkangannya pas diatas wajah lelaki itu berayun naik turun memompa mulut istriku. penisnya keluar masuk menembusi bibir indah Warni. Nampak pipi Warni menjadi penuh seperti anak rakus yang menjejalkan seluruh kuenya masuk kemulutnya. Mulailah kedua mahkluk ini saling mengayuh, yang satu jemput dengan mulutnya dan yang lain antar penisnya.

Ucchh.. Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan..

Aku mengakui stamina hasrat seksual kedua orang ini. Belum lama mereka telah menumpahkan hampir semua energinya saat menjemput orgasmenya tadi, kini mereka telah kembali ke arena pacu untuk kembali melampiaskan syhawat birahinya. Aku yakin puncak nikmat ke dua segera menyusul.

Aku sendiri sepertinya kena sihir. Apa yang istriku lakukan bersama lelaki itu telah meng-eksplorasi seluruh cadangan energiku. Aku telah pulih dan langsung bergairah untuk kembali melakukan eksplorasi pada kemaluanku. Tanganku mengelusi, mengocok-ocok, menjepit atau mencubiti penisku yang tak seberapa besar ini. Aku mencoba merasakan setiap elusan atau kocokkan tanganku sejauh bisa merangsang libidoku. Apa yang kini tampak di depan mataku mendorong habis hasrat birahiku. Aku mempercepat kocokkanku seiring dengan percepatan kuluman dan pompaan penis lelaki itu pada mulut istriku.

Kini aku merasakan kembali nikmatnya tanganku mengocok sendiri kemaluanku. Saraf-saraf peka baik yang langsung tersentuh elusan atau kocokkan tanganku maupun yang cukup tersentuh oleh khayalan syahwat ku telah berhasil merangsang kantong spermaku untuk memompakan simpanannya. Kini tak bisa kuhindari, aku merasakan spermaku merambati jaringan pipa-pipanya untuk selekasnya bisa menyembur keluar dari penisku. Yang membuat aku menjadi sangat terbakar adalah datangnya khayalanku yang bisa melahirkan sensasi baru bagi dorongan syahwatku.

Aku membayangkan betapa aku menjadi Warni yang kini sedang dijejali batangan panas gede dan panjang milik lelaki itu. Aku membayangkan tak lama lagi cairan kental panas akan luber muncrat memenuhi mulutku. Aku sudah membayangkan rasa asin, gurih, lengket atau kenyal-kenyal sperma lelaki itu di mulutku. Yang kemudian mengalir memasuki tenggorokanku.

Rambatan itu demikian gatal dan nikmatnya. Dengan paduan penuh irama tanganku yang mengelus, mengocok dan mejit-pijit aku sedang memasuki ambang orgasmeku. Aku semakin melototkan kepalaku ke arah wajah istriku. Kulihat pompaan penis lelaki itu mengayun semakin cepat dan semakin cepat.. Cepat.. Cepat..

Woowww.. Ayyoo.. Warnii.. Hohh.. Hohh.. Hohh.. Wajah lelaki itu.. Wajah ituu..

Aku kembali melayang.. Gelapnya malam serasa berputar.. Bayangan lampu jalusi nampak bergoyang seperti jendela kapalku. Kembali tanganku di jalusi itu lepas. Kembali aku terayun limbung. Kakiku tak mampu berpijak tegak. Bangku plastikku lepas dari injakanku. Amppuunn.. Aku tak mampu melepaskan kocokkan tanganku..

Spermaku muncrat tepat saat aku oleng dan melayang jatuh terguling ke tumpukkan puing bongkaran rumahku. Sementara itu sayup-sayup kudengar pula suara lelaki dan perempuan yang seperti sedang meregang jiwa dari kamar pengantinku. Rupanya pada saat yang bersamaan aku dan mereka sama-sama dilanda gegap orgasme.

Tanganku masih terus menggerakkan kocokkannya untuk memperpanjang nikmat orgasme dengan berusaha menangkapi suara-suara erotis dari istriku bersama lelaki itu. Dan hasilnya adalah hadirnya orgasme beruntunku. Desahanku serasa tak pernah henti. Dalam keadaan terjerembab ke tumpukan puing itu aku terus mendesah dan mendesis mengiringi denyutan muntah spermaku. Entah apa yang terjadi, rasanya spermaku terus muntah tak mau berhenti.

Pelan-pelan aku bergeser ke kegelapan di balik pot-pot tanaman hias. Aku tunggu beberapa saat kemungkinan yang berada dalam kamar mendengar suara jatuh dan menengok keluar jendela. Ternyata tak ada yang memperhatikan jatuhku. Rupanya mereka begitu asyik dalam jebakan nikmat syahwatnya. Mereka tetap tidak mendengar suara yang cukup gaduh karena tubuhku yang terjengkang ke puing ini. Aku sendiri sudah nggak lagi tahu, apakah aku terluka atau tidak.

Aku masih tetap ingin menuntaskan keingin tahuanku. Sejauh mana dan apa yang diperbuat Warni istriku bersama lelaki itu dalam kamar pengantinku. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 3 dini hari. Aku terseok bangun dari tumpukan puing di luar jendela kamarku. Walaupun tubuhku terasa ngilu dan pedih aku tetap berusaha mengatur bangku plastik untuk kembali ke lubang kisi-kisi jendela.

Kulihat betapa Warni yang memang betul-betul perempuan penuh haus syahwat ketemu dengan lelaki yang memiliki kekuatan untuk melayaninya. Dalam telanjang bugilnya dan coreng moreng wajahnya sperma di seputar mukanya istriku menindih dan memagut bibir lelaki itu. Nampak sesekali mengangkat wajahnya untuk melihati wajah lawannya kemudian kembali memagut bibir dan mengelus-elusi rambut lelaki itu.

Ooo.. Rupanya Warni masih menuntut agar vaginanya mendapatkan giliran penis lelaki itu. Nampak kini tangan kanannya turun untuk mengelusi kemaluan lelaki itu. Dan nampak banget olehku betapa Warni begitu 'keranjingan' pada penis gede panjang milik lelaki itu. Kusaksikan lembutnya tangan Warni demikian bertolak belakang dengan kasar otot-otot kemaluan lelaki itu. Dan tangan lembut itu memeras, memijit dan mengelusi batang yang kekar dan kasar itu. Sungguh sebuah 'kontrastistik erotisme' yang sangat indahnya.

Tak diragukan lagi, kedua insan ini langsung memasuki keadaan yang memanas penuh atmosfir birahi. Warni dan lelaki itu siap untuk menempuh pergulatan barunya. Mereka memasuki ettape ke.3-nya menuju puncak syahwat berikutnya. Dan yang terjadi kemudian kendali di atas ranjang itu beralih ke sang lelaki itu. Dia mendorong telentang kembali tubuh Warni. Dia raih tubuh itu pada tungkai kakinya menuju pinggiran ranjang.

Tepat saat bokong Warni menyentuh tepiannya, lelaki itu mengangkat tungkai kiri Warni untuk dipanggul ke bahunya sementara tungkai lainnya menjuntai ke lantai. Selanjutnya yang terlihat adalah penis lelaki itu dengan pasti diarah tuntunkan ke vagina istriku yang sudah demikian menantinya.

Semuanya berjalan begitu mengalir, seakan hal demikian sudah merupakan ritual rutin dalam pertemuan-pertemuan mereka. Butuh beberapa detik untuk lelaki itu mendesakkan kemaluannya ke vagina Warni. Aku melihat betapa kepalanya penis yang demikian bulat dan berkilatan menekan bibir vagina Warni hingga terbawa melesak ke dalam. Dan betapa desis nikmat langsung terbit dari mulut istriku mengiringi amblasnya penis ke dalam lubang kemaluannya.

Yang kusaksikan melalui kisi-kisi jendelaku ini menjadi 'gong' dari perselingkuhan istriku dengan lelaki itu. Dalam posisi begini kulihat mereka lebih 'profesional' dalam saling mengayun. Irama sodokkan penis dan lahapan bibir vagina yang teriringi oleh desah dan rintihan bertalu-talu dari pasangan selingkuh itu. Wajah lelaki yang begitu nikmat merasai lubang sempit vagina istriku, atau wajah istriku yang begitu hanyut dalam pusaran nafsu birahinya merasai batang tegar gede panjang milik lelaki yang bukan suaminya itu benar-benar sesuatu yang nyata telah kuhadapi.

Dan tak aku pungkiri, aku menikmati ke-selingkuhan istriku. Aku menikmati bayanganku yang mengajak orientasi seksualku untuk bergeser ikut menjilati atau melahap tubuh lelaki itu. Aku merindukan peristiwa ini berulang dan aku bisa menyaksikannya lagi.

Goyang dan ayun Warni bersama lelaki itu sampai pada puncaknya saat tiba-tiba istriku bangkit dan tangannya merenggut gumpalan dada lelaki itu. Kulihat cakarnya terhunjam pada daging dadanya yang menghasilkan alur luka yang panjang berdarah. Itulah puncak orgasme Warni yang buas dan liar. Nafsu hewaniahnya yang tak pernah dia perlihatkan padaku.

Ketika segalanya telah usai, sementara ketelanjangan dalam kamar pengantinku belum juga berakhir, lelaki itu mengambil sepotong kain berwarna terang dan lembut yang terserak di lantai. Sementara Warni istriku telentang kelelahan di ranjang, dengan sabar lelaki itu menge-lap sperma dia yang tercecer pada tubuh istriku dengan celana dalam istriku yang ada di tangannya.

Dia menge-lap spermanya yang meleleh dari lubang dubur, dari lubang vagina serta di seputar selangkangannya dan juga yang terserak di dagu, pipi, leher serta buah dada istriku. Kuperhatikan pula saat celana dalam istriku dia lemparkan kembali ke lantai. Aku tak lagi menyangsikan cerita Giman. Tetapi aku hari ini bukan lagi aku kemarin lusa yang seorang suami baru turun dari kapalnya. Aku sekarang adalah lelaki yang menikmati istrinya mendapatkan nikmat syahwat dari lelaki lain.

Lelaki itu pulang sangat dini hari. Mungkin sekitar pukul 4.30 pagi. Mungkin istriku mengingatkan kemungkinan aku suaminya pulang pagi ini.

Dan aku memang pulang pagi ini. Aku telah berdiri di ambang pintu rumahku jam 7.30 pagi. Istriku menyambut aku dengan penuh rindu. Dia sedang bersiap untuk belanja ke pasar. Dia bertanya padaku ingin masakan apa untuk makan siang nanti. Aku serahkan saja padanya. Dia toh tahu kesukaanku. Aku hanya berharap Warni lekas berangkat ke pasar. Aku sudah tak sabar untuk memasuki kamar mandi.

Aku menemukan apa yang sangat ingin kutemukan pagi itu. Celana dalam istriku yang berwarna terang dan lembut nampak berada di gantungan kamar mandi. Tanganku meraihnya dan jari-jariku merabainya hingga kutemukan gumpalan lengket itu. Kini aku tak lagi sekedar menciumnya. Aku mempersiapkan seluruh diriku. Celana dalam itu kuamati lebih cermat. Kupandangi dimana saja gumpalan-gumpalan lengket nempel pada celana dalam itu. Kemudian aku memulai apa yang sangat aku rindukan. Aku dekatkan celana dalam itu kemulutku. Aku mulai melahap. Aku lumat-lumat celana itu pada gumpalan lengketnya. Aku merasai sperma dingin yang sangat kental larut dalam mulutku. Aku meyakini sedang mengunyah dan akan menelan sperma milik lelaki teman selingkuh Warni istriku.

Aku mendapatkan nikmat orgasmeku tanpa tanganku menyentuh apalagi mengocok penisku. Air maniku muncrat-muncrat saat sperma lelaki itu mulai mengaliri tenggorokanku.
no image

Memori Seorang Sekertaris Politikus

Perkenalkan namaku Kalina. Aku adalah seorang wanita berusia 25 tahun berstatus janda tanpa anak. Aku telah menyandang status tersebut sejak empat tahun yang lalu, akibat konflik berlarut-larut yang tidak terselesaikan dengan mantan suamiku. Sejak menikah di usia 19 tahun memang kehidupan kami terasa hambar, ya kami memang dijodohkan oleh orang tua. Mungkin benar kata orang dulu kalau cinta akan tumbuh pelan-pelan lewat kebersamaan, namun parahnya mantan suamiku ini bertabiat buruk. Ia seorang yang suka ringan tangan kalau marah, juga tidak pernah memberiku nafkah, karena dia seorang pengangguran. Secara umum, ia bukan laki-laki yang bertanggung jawab.*Pada akhirnya, ia pun menceraikanku, setelah aku mendapatinya berselingkuh dengan seorang waria...ya, transeksual, gila memang sampai aku tidak habis pikir. Kegagalan berumah tangga yang kualami akibat perceraian itu membuatku mengalami depresi selama beberapa bulan, hingga akhirnya aku menyadari bahwa aku harus bangkit. Lewat seorang kenalan aku bekerja menjadi sekretaris seorang petinggi partai politik bernama Pak Sutan, umurnya dua kali lebih umurku, di mataku dan di mata kebanyakan orang juga kukira, ia adalah pria tertampan di dunia (lain) dengan mulut lebar mirip kodok dan kumis tipis di atas bibir sensualnya itu,*membuat para betina gemes ingin menciumnya, maksud saya para kodok betina gitu loh. Omong-omong kodok, konon menurut desas-desus nih, orang tuanya Pak Sutan ini memang penggemar berat masakan dari olahan kodok, pokoknya setiap hari kodok itu menu wajib di meja makan. Karena itulah anak-anak mereka, Pak Sutan dan saudara-saudarinya, kulihat di foto keluarga, semuanya mirip dengan kodok, kalau tidak mulutnya lebar, ya matanya belo banget, juga ada yang hobynya makan serangga, mungkin ini kali ya yang disebut karma, gak tau deh, bukan urusanku itu sih, aku sih cuma tau gaji dari kerja dan bonus jalan terus. Lagian ini disini kan aku mau menuturkan cerita seruku, bukan cerita kodok. Oke kembali ke laptop...belum genap sebulan aku bekerja padanya, Pak Sutan sudah berani pegang-pegang dan merayuku dan ujungnya berakhir di ranjang, hal ini sudah kuduga sebelumnya karena beliau memang terkenal sebagai penjahat kelamin. Aku pun saat itu menerimanya tanpa penolakan, mantan suamiku bukanlah pria pertama yang pernah menjamah tubuhku. Waktu kuliah di akademi sekretaris dulu aku pernah melakukannya dengan dua pria lain, yang salah satunya adalah mantan cinta pertamaku yang mengambil keperawananku. Aku tidak lagi memandang seks sebagai sesuatu yang tabu, terlebih setelah mendapati mantan suamiku berselingkuh, menangnya cuma cowok doang yang bisa selingkuh apa? Dari Pak Sutan inilah aku mulai mengenal aliran seks sado masochist, yaitu kepuasan lewat penyiksaan, ia suka sekali memecutiku dan meneteskan lilin ke tubuhku ketika bercinta, terkadang sebaliknya akulah yang disuruhnya menjadi master yang menyuruhnya melakukan hal aneh-aneh. Lebih jauh lagi, Pak Sutan juga seorang yang punya kecenderungan seksual agak miring, yaitu scat atau memakan kotoran manusia untuk kenikmatan seksual, namun untuk ini aku tidak akan menceritakannya di sini, karena terlalu ekstrim, bisa-bisa malah disensor blog/ forum tempat aku mengeposkan ceritaku ini. Karir politik Pak Sutan yang semakin menanjak mengantarnya ke kursi empuk di gedung DPR, ya, ia akhirnya berhasil menjadi anggota dewan. Aku pun sedikit banyak memiliki andil dalam keberhasilannya itu, beberapa kali aku menggunakan tubuhku sebagai alat lobi/ gratifikasi seks untuk menggaet kolega-kolega politik lainnya. Teman-teman Pak Sutan di sini pun perilaku seksualnya tidak jauh beda, pesta seks dan tukar-menukar istri/pacar itu lumrah terjadi.

########################


Sore itu aku telah menunggu di apartemen Pak Sutan siap untuk melayaninya. Tak lama bel pun berbunyi, aku membukakan pintu dan mendapati atasanku itu datang dengan dua koleganya di partai yang juga tidak asing lagi bagiku, mereka adalah Pak Ruhut dan Pak Pohan. Aku kaget sekali, karena saat Pak Sutan sms memintaku bersiap menjadi slave, dia tidak bilang akan bawa teman. Malu sekali karena aku saat hanya mengenakan 'seragam' slave yaitu g-string kulit hitam dan bh kulit hitam yang sangat minim, hanya menutupi putingku saja. Di belakangnya turut dua koleganya itu. Aku berusaha keras menahan tawa melihat penampilan Pak Ruhut malam itu yang memakai lingerie seksi warna pink dengan pita merah motif polkadot ala Minie Mouse di kepalanya, batangnya nampak jelas di balik celana dalam wanita yang dipakainya itu, Pak Ruhut memang seorang pengidap transfetish-isme atau kesukaan memakai pakaian lawan jenis, tentu saja hal ini tidak diketahui oleh publik, hanya kita-kita saja ‘orang dalam’ yang tahu. Sementara Pak Pohan saat itu memakai pakaian latex yang biasa dipakai untuk BDSM, ia memakai topeng seperti algojo dan celana dalam yang cuma mentutupi selangkangan dan belahan pantatnya saja. Pak Sutan, segera menutup dan mengunci pintu apartemen. Kedua temannya, Pak Ruhut dan Pak Pohan tak lepas menelusuri setiap detil tubuhku sambil tersenyum penuh arti sampai aku jengah.

“Hehehe...Lin penampilan kamu benar-benar ngeri-ngeri sedap ya malam ini” kata Pak Sutan sambil langsung membuka lemari bound, dan mengambil beberapa alat penyiksaan.

Ia memerintahkanku berlutut, mereka lalu mengepung diriku, Pak Sutan di sebelah kanan dan Pak Ruhut di sebelah kiri. Aku meraba-raba selangkangan mereka yang sudah mengeras. Kupeloroti celana dalam wanita Pak Ruhut ke bawah sehingga penisnya yang berkutil di kepalanya menyembul ke luar dan segera kukocok dengan tanganku. Pak Sutan membuka sendiri resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang agak bengkok itu. Kini aku sibuk melayani dua penis, secara bergantian aku mengocok dan mengoral kedua benda itu. Sementara dari belakang, Pak Pohan memecuti punggungku dengan cambuk. Uuuhh..sensasi perih di punggungku ini menambah nafsuku sehingga aku semakin bersemangat memainkan kedua penis itu.

“Wadowww....!” tiba-tiba saja Pak Ruhut menjerit dengan tubuh tersentak, “bangsat...kenapa pula kau pecut pantatku, sakit tau!” bentaknya pada Pak Pohan

“Hehehe...sabar bro, gak sengaja, terlalu semangat sih!” Pak Pohan cengengesan.

“Hei....jangan ribut dong, ngerusak suasana aja, dasar ikan salmon kau!” bentak Pak Sutan.

“Apa pula kau, dasar ikan pari!” balas Pak Ruhut tak mau kalah.

“Eh...apa kau ikan cucut!”

“Ikan hiu kau, dasar!”

“Ikan tongkol!!”

“Kau ikan paus....apaan kau!!”

Pusing aku, mereka bertiga mulai ribut nih.

“Dasar gurita kau!”

“He...jangan sembarangan kau, gurita itu kan untuk....!”

“Eeehh...udah dong bapak-bapak yang terhormat!” aku menenangkan mereka sebelum menyebut lebih banyak lagi nama ikan, “kalau berantem terus, Lina mending pergi aja ah!” aku berdiri berbalik badan berlagak hendak pergi.


Pak Sutan


“Eh...Lin...Lin maaf, kita ga ribut lagi deh!” Pak Sutan meraih lenganku memintaku kembali, “Ayo kalian sini, minta maaf sama sekretarisku ini!”

“Ehehehe...maafin abang ya Lin, abis tuh orang sih masa mecut pantat abang hehehe!” kata Pak Ruhut, “yuk sekarang kita main lagi yuk!”

“Iya Lin yuk main lagi, bapak gak kasar lagi deh!” timpal Pak Pohan.

Setelah dibujuk-bujuk, aku pun akhirnya mau meneruskan permainan ini. Kini Pak Sutan membuka pintu balkon dan menyuruhku berdiri di sana, ia merentangkan tanganku di pagar balkon dan mengikatnya, sehingga aku berdiri menungging. Kakiku yang menggunakan heels bertali-tali dibuka agak lebar. Sehingga pantatku terekspos lengkap dengan vagina dan dubur yang rapat berwarna merah kecoklatan. Dadaku menggantung masih tertutup belt kulit.

“Aduh jurus aneh apaan lagi nih?” tanyaku dalam hati.

Pak Sutan memasangkan jepitan berantai di ujung kedua putingku, di ujung lain itu adalah jepitan vibrator yang dipasang menjepit daging klitorisku. Ia kemudian mengolesi duburku dengan lotion kemudian memasang gag khusus di sana. Gag itu awalnya seperti dildo kecil, kemudian ia mensettingnya, sehingga menyerupai silinder silicon, diameternya terus menerus ditambah. Aku merasa dinding anusku seperti ditarik, meregang perlahan, membuka seperti silinder.

“ Ahhhhhhh sakit...” aku menggeliat dan berteriak mohon ampun agar Pak Sutan berhenti melebarkan diameter gag itu.

*Apartement Pak Sutan yang terletak di lantai 26 ini memang belum ramai penghuninya, ia sengaja memilih lantai yang tinggi agar leluasa "bermain" gila dengan para wanita. Security dan privasi di apartemen ini sangat terjaga. Karena itu teriakanku hanya tertelan bising suara jalanan. Pak Sutan akhirnya berhenti. Kemudian ia menyalakan jepit vibrator di klitorisku. Ahhhh.... Sensasi getarannya membuatku mulai mendesah-desah. Tiba-tiba silinder di duburku mengecil diameternya, kemudian membesar lagi perlahan, begitu terus. Sensasi yg aneh..aku menggeliat-geliat antara enak dan sakit jika diameter gag di posisi maksimum. Aku mulai merintih-rintih minta disenggamai

"Ahhh.. tuan... please entotin Lina dong....mmhhhh.. Fuck me.. Ahhh.." desahku

Agak lama aku dibiarkan merintih dan menggeliat-geliat, mereka bertiga melihat reaksiku sambil tertawa-tawa mesum. Lalu mereka bangkit dari sofa menghampiriku, penis mereka sudah tegang semua, siap mengaduk-aduk vagina dan anusku. Astaga.. milik Pak Sutan sudah benar-benar ereksi maksimal, ukurannya sebesar lengan bayi, hasil terapi ke Mak Erot dengan biaya mahal, sekali terapi nambah sesenti bisa habis puluhan juta. Menurut cerita Pak Sutan padaku tadinya penisnya itu cuma segede crayon setelah beberapa kali terapi barulah bisa mencapai hasil itu, jadi silakan banyangkan sendiri sudah berapa ratus juta beliau habiskan untuk penisnya saja. Darimana uangnya? Jangan khawatir karena dari....ehh...udah ah ga enak ngomongin atasan apalagi buka rahasianya. Oke pembaca, kita kembali ke topik aja ya! Pak Sutan menjambak rambutku, dan memasukkan paksa penisnya yang panjang dan berurat ke mulutku.

*"Sedot yang enak Lin pake sedotan mautmu itu loh!" perintahnya, ia lalu memajumundurkan pantatnya dengan cepat.

Sementara di bawah sana, Pak Pohan tengah mensetting diameter gag hingga ukuran maksimal, sampai aku menggeliat kesakitan, namun cengkeramannya di pinggangku menahan gerakanku. Kemudian Pak Pohan membuka vaginaku dan mendorong penisnya ke dalam dinding lubangku yang rapat.

"Ummm..mmmphhh" jeritku tertahan.

Rasa perih menderaku karena vaginaku terasa semakin sempit akibat gag di duburku meregang maksimum. Keduanya menggenjotku bersamaan dengan kecepatan tinggi. Pak Sutan menambahkan sebuah dildo yang dirojok-rojokkan ke dalam vaginaku sampai mentok.

“Ahhh... Mmhh.. Mmmhhh...” rasanya sakit tapi ada getaran luar biasa di dalam sana


Selama beberapa saat kedua alat bantu seks itu mendera kedua lubangku di bawah sana. Mereka nampaknya sangat puas melihat ekspresiku saat tersiksa. Tetesan lilin dan pecutan menambah derita birahi itu, aku sampai keringatan menahan sensasi nikmat bercampur sakit itu.

"UUUggghhh" tiba-tiba aku melenguh, ternyata Pak Ruhut menarik lepas gag di duburku lalu memasukan penisnya ke liang belakangku.

Pak Pohan menghentikan sejenak genjotannya di vaginaku saat perlahan rekannya itu membuka belahan pantatku dan mulai menyetubuhiku dari belakang. Terasa penis Pak Pohan yang semakin membesar di vaginaku

"Oooohhhh Pak, enak....iyah...enak..." ceracauku.

Pak Ruhut mencengkeram pantatku dan menghujamkan penisnya semakin dalam sampai aku terdongak menahan sakit karenanya. *Dua penis kini menghajar kedua lubangku dengan gagahnya, yang sedikit melegakan adalah Pak Sutan kini telah melepaskan penisnya dari mulutku sehingga aku lebih dapat bernafas dan mengambil udara serta menceracau sejadi-jadinya merasakan deraan sensual ini. Atasanku itu kini berdiri sambil menetes-neteskan lilin ke punggungku, tetesan-tetesan cairan merah panas itu pun memberikan sensasi panas sebelum mengeras di permukaan punggungku. Pak Ruhut semakin kegilaan, pantatku ditampari sekencang-kencangnya sampai merah, ceracau dan makian pun meluncur dari mulut pria itu. PLAKKK...PLAKKKK... suara itu bersahutan di antara desahan, jerit kesakitan, teriakan kenikmatan.Semakin cepat...dan cepat...sampai ia menarik penisnya dan menyemprotkan spermanya di punggungku. Pak Pohan yang sejak tadi menggenjot vaginaku kini menggantikan posisi Pak Ruhut di duburku. Ia menggenjotku dengan kasar, gesekan dinding duburku dan penisnya terasa perih dan panas, sekaligus nikmat. Tangannya mengocok vaginaku dengan cepat. Membuatku melayang dan kembali kini Pak Sutan memasukkan penisnya ke mulutku sehingga kini aku dalam posisi doggy dengan lubang dubur dan mulut dijejali penis. Hisapanku terhadap penis Pak Sutan semakin tak karuan sehingga tak sampai sepuluh menit, ia pun memuntahkan spermanya di wajahku. Tinggal Pak Pohan yang seperti banteng liar, menyodok-nyodok duburku, menjambak rambutku sampai kepalaku terdongak ke belakang. Meremas payudarakuku dengan kasar.

“Ahhh...aahhhh...sakit Pak!!” aku menjerit-jerit tak karuan, orgasmeku entah yang ke berapa mulai kembali menerpa, terasa kedutan otot duburku yang meremas penis Pak Pohan.

"RRRRggggghhhhh..." Pak Pohan menggeram dan mencabut penisnya, spermanya ditembakkan dari luar ke arah pantatku.

*Lendir orgasmeku mengalir perlahan di pahaku. Punggung dan pantatku penuh ceceran sperma dan tetesan lilin yang telah mengeras. Pak Sutan melepaskanku dan memintaku mandi

"Mandi bersih biar seger....tunggu sesi selanjutnya..." katanya.


*########################


Sungguh melelahkan sekali permainan hardcore tadi itu. Aku merasa segar dan kepenatanku berkurang setelah merendam tubuhku di bathtub, aroma bubblenya juga wangi menetralisir bau sperma yang tadi mendominasi. Sambil berendam aku melihat-lihat tabletku, kubuka Twitter untuk sekedar memantau, beberapa PM masuk ke inbox dan segera kubuka. Bah...aku harus menghapusi pesan-pesan dari orang tak dikenal yang iseng sekedar ingin kenalan, beberapa di antaranya juga berisi email mesum. Aku tidak punya waktu melayani yang ginian karena sudah cukup sibuk dengan kerjaanku. Dan bah...dia lagi...dia lagi...gak tau malu banget sih nih makhluk. Kubuka pesan dari @tiffkonak yang isinya gambar penis menegang dan pesan “Lin ini punya saya nih, mau ga nih kita kawin siri? Halal dan dijamin memuaskan,”

Aku geleng-geleng kepala dan menghapus pesan itu. Akun satu ini tak lain adalah akun kloningan si menteri gaptek tapi disuruh ngurus internet itu, yah namanya juga partai koalisi ya bagi-bagi jatahlah. Berbeda sekali dengan akun Twitter resminya yang dipenuhi kata-kata bijak dan tausyah bak orang paling suci, di akun ini justru ia memperlihatkan wujud aslinya. Suka upload gambar-gambar tidak senonoh, follow banyak sekali akun porno, dan suka menulis humor-humor cabul berselera rendah. Hanya segelintir orang yang mengetahui siapa sesungguhnya pemilik akun ini, termasuk aku salah satunya. Beberapa politikus lain pun memiliki akun kloningan sendiri untuk melakukan hal yang nakal-nakal yang tidak pantas diketahui publik.* Misalnya ini nih aku bacakan sebagian yang baru masuk untuk para pembaca deh.

@boss_pilando: 4some di Maladewa dgn 2 artis adik kakak, refreshing sejenak dari lumpur & pajak!!
@kepala_jenggot: bangsat itu si engkoh, dasar pembelot!!!
@engkoh_mnc: hehehe...gua udah cicipin 3 news presenternya, keluar juga ga rugi
Retweet @kepala_jenggot: @engkoh_mnc he pengkhianat...u masih utang janji kasih gw icip2 bini lu, main pergi gitu aja!!
Retweet @engkoh_mnc: EGP : @kepala_jenggot udah untung gw kasih pinjem si Joyce juga lu, bini gw bilang dia geli ama jenggot u!
Retweet @mr_r: @engkoh_mnc new presenter? Siapa? Masih perawan? Pengen nyusu dong! Mau kolab bikin cerita ga nih???
@risatu: aduh...prihatin! prihatin!

Aku keluar dari akunku dan login ke akun kloninganku (emang cuma situ doang yang bisa punya kloningan?) lalu kuinvite si @tiffkonak itu ke beberapa twitter porno. Biasanya beliau pasti follow dengan akun kloningannya. Tapi belakangan akhirnya usahaku mengerjainya membuahkan hasil, mungkin ia sedang kebelet konak atau sibuk, ia akhirnya mem-follow sebuah akun twitter yang kukirim padanya, yaitu @toket_queen lewat akun resminya . Kurang dari sehari setelah gabung di @toket_queen , beliau sudah jadi bulan-bulanan di dunia maya, dan dijawab ngeles typikal orang partainya, “gak sengaja”.


Setelah puas berendam, aku keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk diliit di tubuh, separuh belahan pantatku menyembul. Pak Sutan menangkapku dari belakang, diremasnya payudaraku dari pangkal hingga ujung putingnya dipelintir-pelintir. Leherku digigitnya perlahan-lahan. Handukku terjatuh ke lantai dan tubuhku terpampang telanjang.

“Mmmmhhhhh...Bapak ah” desahku tertahan, remasan tangan Pak Sutan di dada dan pantatku membuatku merinding, “masa minta lagi, Lina capek nih!”

“Main sama kamu Lin, ga ada bosennya deh...bikin hidup lebih hidup” katanya dekat telingaku

Mulutnya yang seksi itu lalu melumat bibirku, memainkan lidahnya. Pandai sekali ia membuatku melayang di langit kenikmatan. Tangannya menguak vaginaku dan mengamblaskan penisnya. Aku pun disetubuhi dari belakang sambil berdiri. Uuuhhhh.. mmhh kepala penisnya keluar masuk dengan kecepatan sedang. *Aku sudah mulai basah. Pak Sutan menyuruhku berposisi doggie.. Ia menampari pantatku, PLAAKKK..Plakkk

"Nah sekarang kita cobain yang satu ini yuk!" katanya, kemudian ia mengambil sebuah dildo silicon hitam panjang yang lalu ia rojokkan dalam-dalam ke vaginaku. Uffffttttt.. Ia kemudian mengaitkan rantai dari dildo itu ke paha, pinggang dan leherku.

*Aku melihat Pak Ruhut yang masih memakai lingerie seksi dan pita Minie Mouse-nya diperlakukan sama denganku oleh Pak Pohan yang sedang menyodominya. Gak usah kuceritakan detil yah, ntar keyboardnya pada kotor kena muntahan deh. Lebih baik kembali ke diriku dan atasanku yang ‘ganteng’ ini. Pak Sutan *menaiki punggungku dan berusaha memasukkan penisnya ke dubur ku yang rapat. Aku memohon padanya untuk memberinya pelumas dulu. Untunglah Pak Sutan cukup berbaik hati, ia menusukan lotion berbentuk suntikan ke duburku, juga mengoleskannya di dinding luar. Setelahnya, barulah ia mendobrak lubang belakangku itu

"Ahhh sakit Pak..." erangku dengan tubuh mengejang.

Meskipun lubang-lubangku sering dipakai dengan berbagai alat dan penis ukuran besar, namun vagina dan duburku tetap sangat rapat, karena Pak Sutan selalu mengoleskan cream khusus dan memberiku obat untuk menjaganya tetap rapat seperti perawan. Beliau pun selalu menyelipkan bola vibrator khusus untuk "ditelan" vagina dan ass ku seluruhnya,fungsinya untuk melatih kontraksi otot kedua lubangku itu, dari luar hanya terlihat benang untuk menariknya keluar setelah selesai latihan. Ahhh...sodokan penisnya semakin cepat, srooooooottttt....Pak Sutan pun akhirnya menyemprotkan spermanya di dalam lubang duburku. Ia melemas menimpa tubuhku, tapi belum melepaskan penisnya, sehingga kamipun hanya bisa berbaring miring masih saling menancap dan terikat jadi satu. Hanya sebentar kami dibiarkan beristirahat. Pak Ruhut yang baru main pedang-pedangan dengan Pak Pohan menghampiriku dan *menempelkan penisnya di bibirku minta dijilati. Aku menjilatinya seperti anjing menjilati tulang. Penisnya mulai membesar seiring nafasnya yang memburu. Pak Ruhut lalu tiduran di karpet, ia menarik dildo "buntut" dari vaginaku dan memintaku untuk mengamblaskan penisnya ke dalam vaginaku. Tanpa disuruh lagi, aku pun naik ke selangkangan Pak Ruhut dan memasukkan penisnya perlahan ke vaginaku. Sempit dan penuh sekali rasanya, pria itu memintaku untuk menggenjot dan mengurut penisnya dengan otot vaginaku. *Ugghh...ughhh....otot-otot kukontraksikan, otomatis duburku bergerak mengurut juga. Penis Pak Ruhut di dalamnya mulai kurasakan mengeras dan membesar. Nafas-nafas berat dan lenguhan-lenguhan pun terdengar. Kami mendaki kenikmatan bersama. Pak Sutan yang beristrahat sebentar kini bangkit mendekati kami, ia berlutut di sebelahku dan meraih payudaraku dengan mulutnya yang lalu ia isap-isap dan remas dengan keras. HHhhh...nikmat sekali...terlebih Pak Ruhut semakin cepat menghentak-hentak pinggangnya di bawahku.* Ketiga pria itu sangat menikmati saat aku menggelepar nyaris pingsan kehabisan nafas, karena aku mengejang dan semua ototku berkontraksi mengurut-urut. Setiap kali itu juga aku hampir orgasme. *Pertempuran kali ini tidak terlalu lama memang, mungkin mereka juga sudah kehabisan tenaga. *Aku sendiri juga benar-benar berkelojotan menghadapi gempuran mereka. Tenggorokanku mengejang, duburku pun menjepit keras, vaginaku terkunci. *Ahhhhhhh..... Aku mendapatkan orgasme hebatku. Ahhhhhhhhh.... hampir bersamaan semua lubangku disemprot sperma diiringi raungan liar 3 laki-laki itu. Dan kami pun ambruk bersamaan..


-------------


Pagi ini Pak Sutan menjemputku ke kantor. Tadi malam ia sudah memintaku untuk minum pencahar. Waktu aku membukakan pintu untuknya, Pak Sutan langsung menciumku dengan gencar, meremas-remas dadaku dan menyedot putingnya. Tidak banyak bicara, Ia membuka resleting celana panjangnya dan mengeluarkan penisnya. Ia menunggingkan aku di sofa, menguak rok pendek dan g-stringku, dan langsung menghajar vaginaku. Uhh...terasa perih sih... tapi aku berusaha menikmatinya. Pak Sutan memilin-milin klitorisku, mmmmhhh....nikmat sekali. Seperti ada aliran listrik mengejut-ngejut di tubuhku. Penis atasanku itu mendobrak cepat dan belum sempat aku mengimbangi, ia sudah memuntahkan spermanya di dalam vaginaku.

*"Kau sudah minum pencahar Lin?" tanyanya

*"Sudah Pak"

*"Sudah bersih?" tanyanya sekali lagi

*Ia mengambil dildo kaca bening di laci meja dapurku dan merojokkannya ke dalam lubang analku dalam-dalam.

"Ahhhh.." Jeritku tertahan, Ia memutarnya di dalam lalu menariknya keluar.

*"Masih kotor!" tegasnya

*Ia bergegas mengambil enema dan selang air. Ia memintaku menungging di bath tub, dan menjolokkan ujung enema ke dalam anusku. Didorong nya terus, sampai aku memohon untuk berhenti karena terasa mentok. Ia memompakan air ke dalam analku sampai aku merasa mual. Kemudian selangnya dicabut dan aku harus mengeluarkan airnya. Begitu berulang-ulang sampai air yang keluar sudah bening. Aku mandi sekali lagi dan mengganti baju kerjaku.

Hari ini ada ada rapat dengan salah satu partai koalisi yang akan membicarakan hal-hal penting menyangkut pemilu 2014 nanti. Pak Sutan memintaku untuk memakai pakaian yang seksi, dengan dada rendah dan rok menggantung sejengkal di atas lutus sehingga memamerkan sepasang paha indahku. Biasanya sih kalau begini artinya ada acara nakal di kantor atau pulangnya nanti. Ketika berjalan di koridor, tak pelak aku pun menjadi pusat perhatian, aku melewati beberapa karyawan yang hanya berani melirik padaku. Sebagai sekretaris kesayangan petinggi partai, tidak ada yang berani mengusikku, walaupun mereka tau persis, bahwa aku bukan hanya sekretarisnya namun juga alat lobi dan budak seks. Aku masuk ke lift, di dalam lift ada Tono dan Yadi, petugas kebersihan di sini, seorang ibu-ibu gendut, Nia, seorang staff kantor partai, dan satu lagi adalah seorang pria setengah baya berkacamata dengan kumis dan jenggot, ia memakai seragam salah satu parpol koalisi kami. Lift berjalan ke atas, lewat lantai dua tiba-tiba...jgreg!! lampu padam dan lift berhenti bergerak.

“Aaww...!” Nia menjerit kecil, ia panik memeluk lenganku.

Aku juga kaget, tapi dapat segera menguasai diri kembali.

“Jangan panik...jangan panik...bapak ibu, hanya gangguan kecil saja!” kataku seperti pramugari menenangkan penumpang, “Bang Yadi, tolong tekan tombol daruratnya, keliatan ga?” aku minta bantuan Yadi yang berdiri dekat tombol lift.

“Udah Mbak, tapi gak tau alarmnya mati juga, kita tunggu aja!” balasnya.

Semenit....dua menit....tiga menit....masih belum terjadi apa-apa, lift masih gelap dan belum menyala, Nia berpegangan makin erat pada lenganku, si pria dari parpol koalisi sedang komat-kamit membaca doa.

“Bang coba pencet lagi tombolnya!” pintaku lagi.

“Iya Mbak ini saya lagi pencet terus tapi belum ada respon”

Dua menit kemudian, keadaan hening, tidak lagi setegang tadi, si pria itu sudah berhenti berdoa, tiba-tiba....

“Eeeeiii...kurang ajar....!!” jerit Nia.

“Eeehh....setan ngepet....siapa sih kurang ajar bener!!” si ibu gendut marah.

Belum tahu apa yang terjadi tiba-tiba saja aku merasakan pantatku diremas, tangan itu bahkan mencoba menyusup ke bawah rokku. Namun sebelum masuk aku langsung menepisnya keras, aku sempat meraih pergelangan tangannya namun dengan cepat ia menariknya, terlalu gelap untuk mengetahui siapa pelakunya.

“Apa? apaan ?” terdengar suara si Tono.

Sedang ricuh karena orang mesum di lift tiba-tiba lampu menyala dan lift kembali naik ke atas.

“Heh...kalian ya....siapa tadi yang berani colek-colek pantat, pasti salah satu dari kalian” si ibu gendut menghardik dengan suara keras mengerikan pada dua petugas kebersihan itu

“Ha...nggak Bu sumpeh, kita gak ngapa-apain kok dari tadi?” Yadi kebingungan

“Iya pasti kalian siapa lagi coba?” Nia ikut-ikutan memojokkan mereka.

“Bapak ini orangnya sopan dan religius lagi, mana mungkin beliau, pasti kalian! Hayo siapa? Ngaku!!” si ibu tambah marah, sampai seram aku melihatnya, bisa-bisa kedua pemuda tanggung ini bonyok di smack down olehnya.

“Astaghfirulah...sabar...sabar Bu!” si pria dari parpol koalisi mencoba merelai, “kita selesaikan baik-baik bukan marah-marah gitu!...kalian! apa benar kalian pelakunya? Saya tidak tahu siapa orangnya, sekarang lebih baik minta maaf pada para wanita ini, itu dosa tahu, maksiat, berani-beraninya berbuat begitu pada wanita dalam saat seperti tadi...tapi asalkan kalian bertaubat, tidak ada kata terlambat!”

“Sudah...sudah Pak...Bu...! saya sekretarisnya Pak Sutan, saya akan selesaikan masalah ini dengan mereka” kataku turun tangan, “Yadi....Tono...kalian berdua ikut saya!” kataku tegas.

“Ahhh...jangan Mbak...ampun...iya kita minta maaf deh, kita ngaku....!” kata mereka ketakutan.

Ting....pintu lift membuka...aku melotot menyuruh mereka jaga sikap dan mengajak mereka keluar.

“Eh....Lin!!” Nia menarik lenganku.

“Tenang, gua akan selesaikan kok!”

“Mbak! Pokoknya segera adukan mereka ke ketua partai biar dipecat tau rasa tuh!!” sahut ibu gendut itu.

Aku segera membawa mereka ke ruang kosong dekat situ.

“Ampun Mbak...ampun, bener bukan kami!” kata mereka

“Ssstt....iya saya juga tau bukan kalian kok!” kataku, “pelakunya si bandot munafik itu saya tau jelas, kalian sengaja saya pisahin supaya ga makin ribet masalahnya”

Ya...aku memang tahu persis karena waktu menepis lengannya aku sempat menangkap pergelangan tangannya yang memakai pakaian lengan panjang, sementara kedua petugas kebersihan ini memakai kemeja lengan pendek. Kuceritakan pada mereka semua itu.

“Oooh...jadi gitu yah, kurang asem bener si kambing bandot itu, awas nanti pulangnya kita gebukin rame-rame biar jadi sate!!” kata Tono emosian.

“Hhhuuuhh....gara-gara tuh orang kita ampir dihajar gorila betina!” timpal Yadi, “sok ngegurui kita pula, ngehe bener tuh orang!”

“Saya tau orang itu bajingan, tapi kalian tolong tahan diri karena beliau itu mitra koalisi partai, kalau ada apa-apa kalian malah tambah gawat nanti!” aku berusaha menenangkan mereka yang mulai marah, aku berjanji akan mencoba mencari kesempatan untuk membalas perbuatan si mesum munafik itu demi mereka dan juga demi diriku sendiri. Akhirnya mereka tenang juga dan kini aku harus segera ke ruang rapat utama karena akan rapat akan segera dimulai.


Aku langsung masuk ke ruangan rapat utama yang luas. Di dalam ruangan sudah ada para tokoh penting partai kami, sebut saja Pak Anas, sang ketua partai, Bu Angie yang juga salah satu petinggi partai yang meraih posisinya sekarang berkat kemampuannya merayu pria. Juga ada Pak Hasan, sesepuh partai kami yang mendapat jatah menteri di pemerintahan beserta istri mudanya, Bu Inggrid, yang terkenal genit dan memiliki hubungan gelap dengan anak Pak Hasan dari pernikahan sebelumnya. Kulihat juga Pak Luthfi, ketua salah partai yang berkoalisi dengan partai kami, ia ditemani tiga orang pria yang salah satunya kukenal waktu di lift tadi, si kambing mesum yang mencolek pantatku. Belakangan kuketahui namanya adalah Pak Arif, salah satu kader dari parpol koalisi. Selama hampir sejam, rapat berlangsung cukup serius dan terus terang...membosankan, banyak kata-kata munafik demi rakyat lah, demi umat lah, demi kemashlatan bersama lah, aku sih sudah sangat kenyang bahkan eneg mendengar semua itu. Bagiku mereka sebenarnya cuma mengutamakan uang, tahta, dan syahwat, hanya saja pintar-pintar mereka dibalut dengan kata-kata manis seperti yang sebelumnya kusebutkan itu. Namun bagaimanapun, aku sebagai sekretaris ya harus profesional juga, sepanjang rapat aku pun selalu mencatat apa yang harus kucatat. Oh ya, selama itu pula mata-mata nakal para pria yang hadir selalu mencuri-curi melihat ke arahku, terutama Pak Luthfi, si bangsat Pak Arif dan dua lainnya. Cuih....munafik, makiku dalam hati karena aku tahu mereka itu di luar paling terlihat sangat religius, terutama Pak Arif, ia begitu fasih bicara tentang moral dan agama, padahal kebusukannya baru saja kurasakan tadi. Di tengah rapat, aku tiba-tiba merasa ingin buang air kecil sehingga harus keluar sebentar ke toilet. Setelah selesai, ketika mau kembali ke ruang rapat, secara tidak sengaja aku melihat dari jendela yang sedikit terbuka, saat itu Pak Anas sedang berbicara, kulihat Pak Arif yang duduk agak pojok sedang sibuk dengan tabletnya. Kulihat lebih jelas ke arah tabletnya, busyet....ternyata di balik gayanya yang sibuk mencatat dia sedang menonton klip bokep di alatnya itu. Posisi duduknya memang strategis, tidak ada orang di ruangan itu yang bisa melihat ke arah tab-nya, namun dari posisiku di luar aku dapat melihat jelas. Bokepnya harcore pula adegan seorang wanita digangbang banyak pria, weleh...weleh...dasar munak, sayang BB-ku sedang di charge di kantor bawah jadi tidak bisa mengabadikannya.

“Mbak....Mbak Kalina...!!” suara orang memanggilku dari belakang sehingga akupun menengok, ternyata Pak Kardi, salah satu petugas kebersihan sedang menghampiriku sambil membawa sesuatu, “ini Mbak saya nemuin di toilet bawah, mungkin punya salah satu bapak atau ibu di dalam”

“Ohh...iya coba saya tanya, kebetulan saya mau ke dalam juga” kataku sambil menerima ponsel tersebut, “makasih yah Pak”

Aku lihat di layarnya nampak ada missed call sebanyak 25 kali dari orang yang sama, tertulis namanya ‘Nyi Pelet’. Aku pun masuk kembali ke ruang rapat lalu melakukan sedikit interupsi yaitu menanyakan apakah ada yang kehilangan ponsel di tanganku ini.


“Wah...itu punya saya!” Pak Arif menyahut dari kursinya

Aku pun segera berjalan ke arahnya dan menyerahkan ponsel itu.

“Ini Pak, benar punya Bapak? Tadi petugas kebersihan menemukannya di toilet”

“Alhamdulilah, ternyata masih ada orang jujur di dunia ini, maklum lah udah tua, jadi suka lupa hehehe...” ia mengulurkan tangan hendak mengambil ponsel itu dariku, “makasih yah Mbak!”

Tepat saat akan kuserahkan, benda itu bergetar tanpa suara, nampak nama ‘Nyi Pelet’ kembali muncul di layar, berarti ini adalah kali ke-26 ia menghubungi.

“Eh ada yang masuk nih Pak!” kataku.

“Waduh” ekspresi Pak Arif terlihat agak tegang melihat nama itu, “Pak...maaf saya permisi sebentar, istri saya telepon” katanya pada Pak Luthfi yang hanya mengangguk.

Pak Arif langsung buru-buru keluar ruangan dengan agak cemas, “Ya...asalamualaikum umi!” sahutnya masih terdengar sebelum menghilang di balik pintu. Jadi itu istrinya, pikirku sambil menuju ke kursiku dan kembali duduk, walah-walah...kok di hape namanya ditulis ‘Nyi Pelet’ dan sudah 26 kali ia menghubungi tanpa diangkat, agaknya ini horror yang sesungguhnya deh. Belum lima menit aku duduk, Pak Sutan meminta tolong padaku untuk mengambil sebuah folder dokumen di kantornya di bawah. Segera aku melaksanakan perintahnya, saat hendak menuju lift, aku mendengar suara Pak Arif sedang bicara di koridor yang agak sepi. Penasaran, aku mencari sudut yang pas untuk nguping pembicaraannya.

“Tapi...tapi kan umi, sore ini abi ada silaturahmi dengan partai koalisi kita” katanya pada si ‘Nyi Pelet’ itu.

Lalu terlihat ia menjauhkan ponselnya sejengkal dari telinganya, agaknya orang di telepon itu berteriak ngamuk

“Ba...ba...baik umi, abi pulang, abi pulang abis ini” jawabnya terbata-bata.

Kembali ia menjauhkan ponsel itu dari telinganya setelah menjawab. Wah...wah...kelihatannya pulang rumah bakal dihajar babak-belur oleh istrinya Pak Arif ini.

“Hhhhhh...sial!” pria itu ngedumel sambil menyentakkan kaki ke lantai setelah pembicaraan selesai, kulihat wajahnya tegang dan pucat seperti habis bertemu hantu, ya iyalah mana ada yang lebih seram dari Nyi Pelet, eh...istri yang sudah miscal sebanyak itu? Sadako, Kuntilanak, Sundel Bolong, semua lewat....

Aku menutup mulut menahan tawa, rasain lu, ternyata pria takut istri juga lu, hihihihi.....Kurapatkan tubuhku ke arah tembok saat Pak Arif berbalik hendak kembali ke ruang rapat agar kehadiranku tidak diketahuinya. Setelah itu barulah aku ke lift untuk menuju lantai bawah. Setelah itu Pak Arif terlihat lemas dan tidak bersemangat di ruang rapat. Seusai rapat pun ia dengan berat hati menyatakan bahwa tidak bisa hadir dalam acara malam ini karena ada urusan keluarga. Karma Pak Arif masih berlanjut tiga bulan kemudian ketika rapat paripurna di parlemen. Rapat yang membosankan membuatku ingin jalan-jalan supaya tidak terlalu sumpek. Dari balkon yang dipenuhi para wartawan yang sibuk meliput aku melihat Pak Arif tengah duduk di kursinya dalam posisi wuenak sambil sibuk dengan tabletnya. Aku berpikir apakah ia sedang nonton bokep lagi seperti dulu itu, aku tentu tidak bisa melihat karena jauh. Hhhmmm..aku jadi ada akal, mungkin untuk membalasnya juga, dari posisi yang kurasa bisa melihat apa yang dilakukan pria itu, kulihat dua wartawan sedang terkantuk-kantuk meliput jalannya sidang yang membosankan itu.

“Mas...Mas...kalau mau dapet berita besar coba arahin kamera ke situ tuh!” kataku menunjuk ke arah posisi Pak Arif.

“Hah, ada apa emangnya Mbak di sana?” si kameramen penasaran dan mengarahkan kameranya ke arah yang kutunjuk.

Sebuah senyum mengembang di wajahnya, “Hehehe...ini baru beda, gila juga nih orang, pake tablet loh nontonnya, Man...sini Man lihat!” dia memanggil rekannya.

“Weleh....sempat-sempatnya nih orang!” sahut rekannya yang dipanggil Man, “syuting terus Di, fokus ke situ, bakal heboh nih!”

“Hihihi...apa kata saya...boleh saya liat juga Mas?” tanyaku

“Boleh nih, kok Mbak bisa tau sih?” tanya si kameramen.

“Bapak yang satu itu bukan pertama kalinya saya pergokin ngebokep Mas, makanya saya tau juga!” aku melihat lewat kamera yang dizoom, dan sesuai dugaan, Pak Arif sedang menonton bokep di tabletnya yang agak diturunkan ke bawah meja.

Hanya dalam hitungan jam, berita itu sudah tersiar sore harinya ke seluruh tanah air dan menjadi bahan tertawaan dan hujatan masyarakat luas. Beberapa hari kemudian, Pak Arif yang posisinya sudah skak mat akhirnya mengundurkan diri sebagai anggota dewan. Aku, Nia, Yadi dan Tono langsung tertawa terbahak-bahak mendengar berita itu, puas deh, akhirnya dendam kami terbalaskan juga.


Oke deh cukup sekian sekilat infonya, sekarang kita kembali lagi ke rapat koalisi. Pak Sutan mendekatiku saat rapat terlihat akan usai. Ia berbicara pelan padaku tentang apa yang harus kulakukan berikutnya. Aku tersenyum nakal dan mengangguk, lalu aku pun keluar dari ruang rapat ke mobilku untuk meninggalkan kantor. Rencana siang ini adalah mereka semua akan dijamu di rumah Pak Sutan dan aku akan terlebih dulu ke sana untuk mempersiapkan segalanya. Setibanya di sana, aku disambut pembantu rumahnya membukakan gerbang. Mereka semua sudah mengenalku dan aku pun sudah tidak asing dengan tempat ini. Ini adalah tempat biasa beliau menjamu tamunya, bukan tempat tinggal keluarganya. Aku segera ke kamar mandi membersihkan diri. Setelahnya hanya dengan memakai kimono aku menuju ke dapur. Saat itu, dari jendela, aku melihat beberapa mobil telah memasuki halaman rumah mewah ini. Di ruangan itu telah menunggu beberapa orang pria dengan pakaian tukang masak. Seseorang yang adalah chef-nya memintaku untuk telanjang dan berbaring di meja dorong panjang yang telah disediakan. Setelah itu mereka bekerja dengan cekatan menata potongan-potongan daging serta sayuran di atas tubuh telanjangku. Ada sensasi geli dan dingin ketika daging-daging mentah itu bersentuhan dengan kulitku, lalu vaginaku ditancapkan mulut botol wine. Bukan pertama kalinya aku menjadi sashimi girl, aku sudah pernah beberapa kali melakukannya dalam event khusus yang diadakan oleh atasanku itu. Demikian juga para koki itu sepertinya sudah biasa menyajikan hidangan nyeleneh seperti ini sehingga mereka pun bekerja profesional walaupun di depan seorang wanita telanjang. Setelah selesai tubuhku ditutup kain putih bersih hingga sebatas leher.

"Tok tok tok" ketukan di pintu terdengar, seorang koki membukakan pintu.

Pak Sutan muncul dari sana, “Gimana? Sudah siap semuanya?” tanyanya

“Beres Pak, tinggal menunggu perintah kapan disajikan!” sahut si chef.

Pak Sutan menghampiriku

“Kamu siap Lin?” tanyanya

“Siap Pak kapan saja kok!” jawabku tersenyum.

“Hehehe...kamu memang sekretaris saya yang hebat” pujinya, “baik kita jumpa lagi di ruang tengah!”

Meja ini pun didorong menuju ruang tengah tempat jamuan berlangsung, jantungku berdebar-debar menanti pesta liar itu. Begitu memasuki ruangan dan kain dibuka, semua mata menatap tak berkedip ke arahku, ke arah tubuh bugilku yang hanya tertutup oleh potongan-potongan daging dan sayur.

*"Wow... Pak Sutan.. luar biasa. kreatif sekali makanannya ini!" aku mendengar Pak Luthfi berkata pada Pak Sutan.

‘Ayo...ayo...silakan dimakan, ini halal kok dan saya sarankan makannya ambil langsung pakai mulut supaya lebih afdol!” sahut Pak Sutan mempersilakan para tamunya memulai acara gila ini.

Hap...seseorang menyambar daging di dadaku, orang itu adalah salah seorang yang bersama Pak Luthfi, kalau tidak salah bernama Pak Ahmad, yang berkacamata dan berjenggot tipis itu.

“Wuihhh...mantapks dagingnya huehehehe...!” kata Pak Ahmad memuji.

Pak Andi menjadi orang kedua yang menyambar daging dari puncak payudaraku dengan mulutnya, kumisnya terasa menggelitik kulitku memberikan sensasi geli. Disusul pula pria lain mendaratkan mulutnya pada tubuhku untuk mengambil potongan sashimi, selain itu juga terasa tangan-tangan lainnya mulai meraba-raba tubuh mulusku, meremasi payudara atau memencet-mencet putingku. Pesta terus berjalan, pembicaraan lalu dilanjutkan dengan pembicaraan politik, gerayangan terhadap tubuhku makin liar, selain mengambil dengan mulut mereka juga menyempatkan diri menjilati tubuhku. Terasa wine di vaginaku dicabut.

"Silahkan dicoba, wine ini memang enak disajikan hangat kuku.. Dihangatkan dengan cara khusus.." kelakar Pak Sutan lalu terdengarlah gelak tawa orang seruangan, "kalau yang ini, jangan khawatir kontaminasi. Penghangatnya saya sendiri yang mencuci bersih.." lanjutnya dan plop...botol itu pun terlepas dari vaginaku "dan satu lagi, jangan kuatir elastisitas lubang penghangatnya berkurang. Dijamin mengalahkan perawan.. silahkan dicoba, satu jari saja!"

Tidak perlu menunggu lama, sebuah jari sudah masuk ke vaginaku dan satu jari lainnya masuk ke duburku. Kubuka mata melihat sejenak, ternyata* pemilik tangan itu adalah pak Nazarudin, sang bendahara umum partai.


"Remas Lin!!! " terdengar perintah Pak Sutan, "lakukan seperti biasa, kasih liat jurus maut kamu memuaskan pria pada mereka" ia berkata pelan dekat telingaku, yang kurespon dengan anggukan kepala

*Aku meremas jari-jari Pak Nazarudin *dengan kekuatan otot vagina dan duburku.

"Luar biasa remasannya. Ini baru satu jari.." pria berdarah Pakistan itu berdecak kagum memuji keahlianku.

Lalu jari-jarinya disodok-sodokkan di kedua lubangku. Aku melenguh nikmat, vaginaku basah dan mulai menengang. *Apalagi remasan keras di payudaraku semakin intens dan sapuan lidah kasar di puting disertai gigitan. Aku tidak tau pasti ada berapa orang di ruangan ini, kuperkirakan ada lebih dari selusin suara-suara yang bergantian, aku menyapukan pandanganku ke ruangan ini, ada beberapa wajah baru, namun kebanyakan aku sudah mengenalnya. Saat itu juga kulihat Pak Ruhut yang kali ini mengenakan kostum Sailor Moon lengkap dengan wig pirangnya, di balik rok mininya ia juga tidak memakai celana dalam sehingga penisnya yang menggantung itu jelas terlihat. Ia menghampiri diriku kemudian mencaplok sepotong daging di dadaku lalu sambil mengunyah, ia menempelkan penisnya ke bibirku. Tanpa diperintah lagi, aku mengulumnya dan menghisap-hisap dengan penuh nafsu. Terasa juga vaginaku dimasuki kepala penis, tapi terasa besar sekali hingga meregang.

*"Ummmm" teriakku tertahan

Milik Pak Nazarudin begitu besar sehingga lubang vaginaku seperti dipenetrasi paksa. Ohhhh...sensasi nyerinya sungguh terasa sehingga aku tak tahan untuk mengerang, namun si empunya penis tidak peduli, malah mendorongnya tanpa ampun. Dan langsung menggenjotku cepat. *Perihhh dan klitorisku terasa terbakar... namun aku berusaha menikmatinya saja. Liang kenikmatanku ia sodoki tanpa ampun. Aku menggeliat geliat dan mendesah di tengah kenikmatan, derai tawa terdengar. Mereka sangat menikmati tontongan mesum ini, dan kuberitahu, yang semacam ini sudah biasa. Mulut dan vaginaku terisi penuh melayani dua pria ini dan srooootttt...penis Pak Nazarudin ejakulasi di vaginaku. Duh...padahal baru juga lima menit menggenjot, payah banget sih masa cuma lima menit saja? Gaya selangit dan penis gede ternyata tak menjamin perkasa, seperti yang satu ini, belum apa-apa sudah crot. Penis itu sudah menyusut begitu ditarik keluar dari vaginaku, aku benar-benar tanggung dibuatnya, kukira si Paki ini perkasa padahal cuma tahan segitu saja. dan tak lama, penis Pak Ruhut* di mulutku juga menyemprotkan lahar panas. Aku menelannya habis, karena itu tugasku sebagai budak seks.


Sementara situasi di ruangan ini juga semakin panas saja, yang lain juga sudah berbaur dalam kegilaan. Di sofa, Pak Sutan yang sedang menikmati remasan dan rabaan tangan Bu Angie di selangkangannya, ia mulai melakukan aksi balik, tangannya meremas-remas dada wanita itu dari luar pakaiannya, lalu didekapnya Bu Angie dan mulutnya yang mirip kodok itu melumat bibir Bu Angie sehingga mereka pun terlibat percumbuan penuh nafsu sambil saling raba tubuh masing-masing. Di sofa lain, Pak Anas, si ketua partai, melakukan hal yang sama kepada Bu Inggrid, mulutnya melumat bibir wanita itu dengan penuh nafsu, kedua tangannya beraksi melucuti pakaian atasnya yang dilanjut dengan membuka branya. Kedua payudara Bu Inggrid yang montok itu pun menyembul dengan indahnya, kedua putingnya yang berwarna kemerahan telah mencuat tegang. Dengan terburu-buru Pak Anas memnyerbu kedua payudara itu, kenyotan dan remasan penuh nafsu menyerbu kedua gunung kembar Bu Inggrid diselingi dengan pilinan-pilinan di kedua putingnya.

“Ihh...Pak ketua nakal ahhh...gigitnya jangan keras-keras gitu dong ahaahh!!” Bu Inggrid mendesah manja penuh gairah.

“Saya akan bikin kamu klepek-klepek kepuasan Grid, kalau kamu gak puas, silakan gantung saya di Monas!” kelakar Pak Anas meremas payudara Bu Inggrid dengan gemas.

Gilanya aksi itu berlangsung di depan Pak Hasan, suami wanita itu. Pak Hasan sendiri tidak kalah gila, di depan sofa itu di atas permadani ia sedang asyik menjilati vagina Bu Tere, salah seorang anggota dewan dari partai kami yang dulunya adalah seorang penyanyi. Ia tidak sendirian mengejai wanita itu, ada juga Pak Luthfi yang telah telanjang sehingga memperlihatkan tubuhnya yang gendut kaya sapi sedang menikmati penisnya dioral oleh Bu Tere dan tangan Bu Tere yang satunya juga sedang sibuk mengocok-ngocok penis Pak Pohan yang tangannya bergeriya menggerayangi tubuh mulus wanita itu. Salah seorang kader partainya Pak Luthfi yang tadi mendampinginya, seorang pria cepak dengan jenggot tipis di dagunya, yang kuketahui bernama Pak Mahfudz turut bergabung dengan Pak Sutan dan Bu Angie. Ia sudah telanjang, di punggungnya ada tatoo sapi, maksudnya mungkin supaya terlihat lebih macho dan garang, tapi karena gambarnya lebih mirip logo susu Dancow malah bikin yang melihat jadi ilfil, dan penisnya sudah menegang tegak. Pria itu berjongkok di antara selangkangan Bu Angie, lalu tangannya masuk ke dalam rok wanita itu, sekejab kemudian ia menarik keluar lagi tangannya beserta celana dalam merah Bu Angie yang di tengahnya bergambar apel Washington. Bu Angie menggerakkan kakinya membantu pria cepak itu meloloskan celana dalamnya. Pak Mahfudz mengangkat kaki kanan Bu Angie dan ia naikkan ke sofa sehingga vagina wanita itu terlihat dengan jelas dimatanya, belahan bibir vaginanya yang bak bibir merah itu sungguh mengundang selera setiap pria yang memandangnya. Dengan penuh nafsu bibir vagina tersebut ia kuakkan sehingga kelentitnya yang masih tersembunyi mulai nampak sedikit, tanpa menunggu waktu lagi Pak Mahfudz mulai menyeruput vagina Bu Angie kuat-kuat seperti menyeruput kopi, akibatnya Bu Angie pun melenguh panjang menerima hisapan kuat itu. Bu Angie, janda beranak satu yang juga mantan ratu kecantikan ini memang tergolong binal, entah sudah berapa banyak pria yang pernah bercinta dengannya, kabarnya dulu ia memenangkan kontes setelah beberapa hari sebelumnya mengunjungi salah satu juri dan juga bos pemilik stasiun TV penyelenggara kontes tersebut. Konon, almarhum suaminya juga meninggal gara-gara shock setelah mengetahui istrinya itu pernah tidur dengan banyak sekali pria untuk menggolkan lobi-lobi politiknya.


Setelah menaklukkan Pak Ruhut dan Pak Nazarudin aku buru-buru ke toilet dulu untuk membersihkan diri dari bekas-bekas daging mentah, ludah dan sperma supaya lebih segar. Setelah membersihkan diri, aku keluar dan melewati sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka, terdengar lenguhan pria dari dalam sana. Aku melihat di atas ranjang, dua orang kader partai kami, Mas Roy, yang mengaku ahli IT paling pintar itu, sedang menyodomi Pak Farhat, si pengacara yang suka asal bicara. Mereka memang biseks bahkan cenderung penyuka sesama jenis. Pak Farhat bahkan punya identitas lain yaitu Mbak Farah kalau sedang jadi wanita. Pada waktu-waktu tertentu di sela-sela pekerjaan (ga jelas)nya, ia sering terlihat mangkal di taman lawang, lihat saja waria gemuk yang suka pake wig pink ala Lady Gaga, stoking jaring norak dan menyandang tas jinjing Hermes (abal-abal beli di Tanah Abang) dengan gantungan kunci pocong. Kalau sedang menjadi Mbak Farah, jangan coba-coba memanggilnya dengan Pak Farhat, karena ia pasti akan ngamuk dengan suara ngebas dan melemparkan sepatu haknya, lalu ia akan ngomel-ngomel gak karuan di twitternya @farah_abbas_cong. Sementara Mas Roy memangnya hombreng sejati, pernikahannya hanya sandiwara belaka gara-gara dulu dijodohkan orang tua. Kalau lawatan ke luar negeri, yang pertama dicari olehnya adalah klub-klub gay terkenal, ia suka nongkrong di tempat-tempat seperti itu dengan memakai kaos ketat hitam tanpa lengan dan anting di telinga kanan.Sementara istrinya ia bebaskan mencari kepuasan dengan para gigolo muda dan ganteng.

“Uhhh...enak Roy, sumpah pocong...kontollu enak banget!” erang Pak Farhat.

Mereka sepertinya tenang-tenang saja melihat diriku di depan pintu memergoki mereka, Mas Roy bahkan tersenyum padaku sambil terus menggenjot dubur Pak Farhat. Aku pun berlalu membiarkan mereka meneruskan main pedang-pedangan.


Di kamar lain, aku melihat Bu Melinda, seorang kader partai kami juga, yang dulunya seorang artis, dalam keadaan terikat kedua tangannya terangkat ke atas, mulutnya tersumpal sebuah gag ball. Pak Ahmad, orang separtainya Pak Luthfi sedang memecuti tubuhnya dengan ikat pinggang kulit. Bekas pecutan memerah dan tetesan lilin telah menghiasi tubuh telanjang Bu Melinda. Ctarrrr.... Ctarrrr..* Uhhhh.. payudara dan perutnya kembali dipecuti oleh Pak Ahmad. Bu Melinda menatap sayu ke arahku, Pak Ahmad yang menyadari kehadiranku juga menoleh ke arah pintu sambil tersenyum mesum.

“Halo Lin, sini!” panggilnya, “ikutan yuk, biar rame!”

“Eeerr....saya...”

Belum sempat aku mengiyakan, tubuhku sudah didorong seseorang dari belakang sehingga masuk ke kamar. Pria yang mendorongku adalah Pak Hadi, salah seorang petinggi partai, juga ikut bersamanya Pak Juki yang tampangnya culun berkacamata tapi hidung belang itu. Mereka berdua sudah telanjang dengan penis mengacung tegak siap menembak ke arahku.

“Ayo Lin, kita main rame-rame hehehe” sahut Pak Hadi, si tua bangka mesum itu.

Mereka membaringkan tubuhku di ranjang dan mulai menggerayanginya. Pak Hadi mengenyoti payudaraku dan menggerayangi tubuhku. Sementara Pak Juki berlutut di sebelah kepalaku dan menjejali mulutku dengan penisnya yang tidak terlalu besar. Ia memintaku menjilati bola dan lubang pantatnya. Aku merasa jijik dan tidak mau.

*"Ayo dong Lin, kalau jadi sekretaris diajak ngeseks aneh-aneh itu udah risiko!" kata Pak Juki.

Akhirnya dengan terpaksa aku menjilati lubang pantat itu. Tak lama dubur ku terisi lagi dan juga lubang vaginaku oleh jari-jari Pak Hadi

*Ctaaaarr..ctarrrr....aku melirik ke samping, nampak cambukan Pak Ahmad terus menghajar kulit Bu Melinda.

“Eeemmhhh....” wanita itu mengaduh tertahan karena mulutnya tersumbat gag ball, tubuhnya penuh keringat dan matanya meneteskan air mata.

"Pak Ahmad gimana? Enak kan mainnya? Kami memang hadiahkan asset terbaik partai kami sebagai tanda koalisi dengan partai anda" sahut Pak Juki pada Pak Ahmad.

"Ini memang hadiah terbaik Pak...sangat memuaskan, sebagai balasan, nanti saya akan persembahkan istri saya untuk kalian cicipi juga, pokoknya mantapks!" kata Pak Ahmad puas

“Oh, istri anda yang penyanyi dangdut itu?” tanya Pak Juki meyakinkan

“Yup...asyik loh sedotannya, nanti anda rasakan saja sendiri!” katanya seraya mengayunkan sabuknya lagi ke arah punggung Bu Melinda.

“Mmmhhhh...!” kembali Bu Melinda meringis menahan sakit merasakan sabetan pada punggungnya.

Tak lama setelah mereka menjilat dan menggerayangi tubuhku plus oral seks. Aku diikat dengan tangan ke atas bersebelahan dengan Bu Melinda. Tiga orang pria memasuki kamar ini sehingga semakin ramai saja di sini. Astaga.... kacau nian keadaannya kali ini, lubangku dipenuhi penis yang besar-besar. Banyak tangan yang menggerayangi tubuhku dan meremas-remas susuku. Sesekali aku juga menjadi sasaran cambukan Pak Ahmad bersama Bu Melinda. Aku tidak bisa melihat siapa yang sedang menggenjot vagina dan duburku saking sibuknya. Mereka selalu terbahak setiap kali kami menggeliat sakit ataupun menggeliat karena orgasme. Cairanku dihisap habis oleh mereka, sedangkan aku harus menelan semua sperma mereka. Para pria itu bagaikan serigala lapar memangsaku dan Bu Melinda, entah berapa orang yang menyetubuhiku. Pertempuran sengit ini berlangsung cukup lama. Aku sudah setengah sadar ketika orang terakhir menyemburkan spermanya ke wajahku, aku melihatnya samar-samar orang itu adalah Pak Luthfi, spermanya sudah tidak banyak dan sangat encer, mungkin sudah terkuras pada ronde-ronde sebelumnya. Aku dan Bu Melinda terbaring lemas di ranjang dengan tubuh bermandikan sperma dan peluh, nafas kami juga sudah terputus-putus. Ketika terbangun, di luar sana sudah gelap dan jam menunjukkan pukul tujuh malam lebih. Bu Melinda sudah tidak ada lagi di sebelahku, Pak Sutan mengatakan ia sudah pulang lebih dulu dan acara gila tadi sudah selesai.

"Terima kasih atas partisipasinya meramaikan acara Lin...kamu memuaskan semua orang hari ini" katanya

Ia lalu menyodorkan segelas air dan memintaku mandi. Tak lupa ia menyuntikkan cream khusus untuk mengembalikan elastisitas vagina dan duburku.


########################


"Duduk di sana dan buatkan surat perjanjian, draftnya sudah saya simpan di sini!" perintah Pak Sutan menyerahkan sebuah flashdisk berbentuk penis padaku

Saat itu di balik blazer dan rok spanku, aku hanya memakai pakaian dalam latex dan gstring kulit hitam, sementara di dalamnya ia memasangkan rantai kalung di leherku. Rantai ini memiliki rantai-rantai kecil yang banyak dengan penjepit-penjepit vibrator di ujungnya. Penjepit itu dipasangkan di puting dan sekeliling payudaraku, jadi aku seperti menggunakan bra rantai. Di kursi yang ditunjuk, sudah terpasang dua buah dildo tegak berdiri. Pak Sutan berdiri di samping meja melihatku memasukan dildo itu ke dalam vagina dan duburku.

"Ahhh... ini terlalu panjang Pak, sakit jika saya duduki " kataku dengan memelas.

"Masih baru jadi belum licin, lakukan aja seperti yang saya ajarkan Lin, hirup nafas panjang lalu masukan dildo itu perlahan, tubuh mu sudah disiapkan untuk menerima dildo dan penis sepanjang dan sebesar apapun itu" perintah Pak Sutan, “rasanya pasti ngeri-ngeri sedap kok hehehe...”

Seperti dihipnotis, aku melakukannya, dan mencoba dengan gerakan mengebor untuk memasukan dildo-dildo itu. Atasanku itu tersenyum melihatnya. Setelah berhasil memasukkan benda itu....rrttttt.....Pak Sutan menghidupkan remote dildo itu dan mereka bergerak meliuk-liuk di dalam dubur ku dengan gerakan memutar namun tidak beraturan. Aku menggelinjang merasakan uliran dildo-dildo ini.

"Konsentrasi, lakukan latihan otot-otot mu agar kembali kencang sambil ketik surat perjanjian ini sampai selesai. Kami makan dulu, lalu kami akan kembali, dan ini sudah harus selesai. Jelas?" bisik Pak Sutan lagi

"Baik Pak!.." jawabku dengan patuh

Pak Sutan memberikan jempolnya, lalu berjalan ke sisi ruangannya yang lain

"Bapak-bapak, selagi surat perjanjian nya dibuat, kita makan siang dulu di ya.. nanti setelah semua selesai kami akan menjamu anda-anda semua dengan acara khusus di tempat saya, ya, nanti setelah penandatanganan surat perjanjian kita"


Terdengar suara tawa dan bincang-bincang sesaat. Lalu muncullah orang yang tak asing lagi yang wajahnya sering muncul di berbagai media, ketua salah satu partai besar di tanah air. Dia adalah Pak Abu, yang wajahnya begitu menawan, setiap melihatnya mengingatkanku pada kuda-kuda jantan di Ragunan, ia ditemani oleh beberapa pembesar partainya, kulihat Pak Agung yang hidungnya mirip tomat (gemes deh pengen mencet...toott...), Pak Idrus yang item pahit (lebih manisan dakocan), Pak Yahya yang dulu suka bawain acara kuiz dan bergaya koboy dengan lagu country-nya, dan beberapa lainnya yang aku tidak hafal namanya. Mereka melihat padaku yang sedang "duduk" sambil menghadapi meja kaca dengan laptop di atasnya. Aku sedang menggeliat-geliat tertahan.

Pak Abu bertanya pada atasanku " kenapa dia Pak?"

"Angkat sedikit pantatmu Lin! Biar Pak Abu melihat apa yang terjadi di bawah sana" kata Pak Sutan tegas

Aku mengangkat sedikit pantatku, dan terlihatlah dua dildo pink tertancap di alas kursi sedang mengebor kedua lubangku.

"Wow...hebat!" kata Pak Abu. "kursi ini sangat seksi untuk sekretaris ya... hahahhaa" tertawalah mereka terpingkal-pingkal

“Beli di mana tuh Pak Sutan?” tanya Pak Agung, “saya juga mau dong buat sekretaris saya, biar makin hot dia”

“Saya juga Pak, lumayan buat main-main sama sekretaris atau para news presenter di stasiun TV saya kalau berani ngomong tentang lumpur, hahaha....” kata Pak Abu.

“Hahaha...beres bapak-bapak, nanti saya kasih tau tempat belinya,” kata Pak Sutan, “eh...omong-omong news presenter, bagi-bagi dikit dong Pak Abu, kan di tempat anda cakep-cakep tuh, saya juga pengen icip-icip nih!”

“Boleh, bisa diatur kok, gimana nanti di partynya saya ajak para news presenter untuk lebih mempererat silaturahmi!” kata Pak Abu

“mempererat silaturahmi....hihihi, bisa aja memperhalus kata-kata si muka kuda ini!” tawaku dalam hati.

“Hahaha..." Pak Sutan tertawa lebar membuat mukanya semakin ‘tampan’ saja, “baiklah sekarang kita makan siang saja dulu” ia membukakan pintu.

“Eittt....Pak Yahya lagi ngapain hayo!” kata Pak Sutan memergoki Pak Yahya yang coba-coba mencari kesempatan meremas pahaku, aku sih rela-rela saja, soalnya beliau yang paling ganteng (dalam arti sesungguhnya) dibanding yang lainnya.

“Hahha...iseng Pak Sutan, anda juga sih punya sekretaris seksi gini bikin ga nahan!”

“Kalau Pak Yahya suka sama Kalina, bagaimana kalau saya memberi anda tebakan, kalau menjawab benar, Kalina akan menemani anda secara pribadi selama tiga malam, bagaimana Lin?” kamu setuju?” tanya Pak Sutan.

“Siap aja Pak saya sih!” jawabku tersenyum manis, asyik juga kok pasti dapat tip yang gede-gede kalau menemani para kolega atasanku ini. (mereka dapet duitnya darimana, itu sih tanyakan pada rumput yang bergoyang)

“Gimana Pak Yahya? Deal or no deal?” Pak Sutan mengulurkan tangan mengajaknya bersalaman.

“Baik...deal dong, masa deal lah...saya terima deh, apa nih tebakannya?” Pak Yahya menerima uluran tangan atasanku.

“Gampang...sekretaris saya ini pakai BH gak?”


Tiba-tiba saja semua mata memandang ke arah dadaku menebak-nebak, walau terbiasa dengan tatapan liar pria, namun ditatap banyak mata sekaligus untuk bahan tebakan kok agak risih juga yah rasanya.

“Hhhmmm...ngga pakai!” jawab Pak Yahya setelah beberapa saat mengamat-amatiku

“Anda yakin?” tanya Pak Sutan

“Fifty-fifty!”

“Anda tidak ingin mencoba ask the audience?” tanya atasanku lagi.

“Hhhmmm....” Pak Yahya jadi agak ragu, “boleh deh, bagaimana nih bapak-bapak? Pakai atau tidak?”

“Yang memilih tidak angkat tangan anda hayo!” sahut Pak Sutan.

Yang mengangkat tangan kulihat lebih banyak dari sisanya, termasuk Pak Abu.

“Nah gimana Pak Yahya?” tanya atasanku yang ‘ganteng’ itu.

“Oke karena rekan-rekan saya mayoritas menjawab tidak, demikian juga keyakinan saya, maka saya putuskan tidak deh!”

“Baiklah, Lin coba kamu perlihatkan!” sahut Pak Sutan, “.....ternyata survey membuktikan....”

Aku membuka blazerku dan memperlihatkan payudaraku yang terbungkus bra berantai pemberian Pak Sutan. Kembali semua mata menatap ke dadaku dan bra uniknya.

“waduh....gone...gone...gone...” Pak Yahya kecewa karena tebakannya meleset.

“Haha...gapapa Pak Yahya, tenang aja, Kalina juga akan meramaikan acara nanti malam kok!” Pak Sutan menenangkan, “Yuk sekarang kita makan aja dulu yah! Oh iya Lin....” ia menoleh ke arahku sebelum keluar ruangan, “nanti malam katanya Mbak Anissa mau hadir di pestanya, gak tau jadi atau nggak nya, pokoknya kamu urus segalanya sebaik mungkin oke!”

“Siap Pak” jawabku tegas.

Akhirnya dengan selesainya acara kuiz ‘Who Wants to be Pervert’, mereka pun meninggalkan ruangan ini. Tinggal aku dengan suara dildo yang terus mengebor dan menggesek dinding vaginaku. Ahhh... aku harus meremasnya dengan otot-ototku, aku harus membuat ototku mengencang lagi, dan.. aku juga harus mengetik. Untuk acara nanti malam, menjamu rekan koalisi dari partai Pak Abu sepertinya aku akan ekstra sibuk, terutama karena kemungkinan datangnya Mbak Anissa. Memang sih dia bukan petinggi maupun kader partai, hanya menantunya dewan pembina partai, tapi dia mempunyai posisi yang sangat penting dan hubungan yang sangat erat dengan penguasa negeri ini, jadi segalanya harus dipersiapkan sebaik mungkin. Uuhhh...aku segera menyelesaikan tugas mengetikku lalu segera makan siang dan istirahat yang cukup nih....
Copyright © 2014 Ceritaku Ceritamu All Right Reserved